Beberapa waktu yang belum lama berlalu orang-orang Cina di Indonesia sedang bahagia karena pemerintah SBY mencabut peraturan masa ORBA mengenai penyebutan Cina, mulai sekarang dilarang pakai kata ‘Cina’, diganti dengan kata ‘Tionghoa’. lihat
Kata ‘Cina’ perlu diganti karena menurut pemerintah kata tersebut bernada negatif dan bersifat diskriminatif kepada orang keturunan Cina di Indonesia.
Benarkah? benarkah pergantian kata bisa menghilangkan diskriminasi dan nada negatif?
Menurut saya tidak. Segala sesuatu di dunia ini awalnya netral, tanpa nilai-nilai tertentu, manusialah yang memberi nilai-nilai kepada semua hal berdasarkan rasa suka-tidak suka atau manfaat-mudharat. Termasuk di dalamnya adalah kata, kata punya nilai karena manusia yang memberinya, karenanya, nilai sebuah kata bisa berubah tergantung niat dan keinginan manusia.
Gaya banget bahasa saya… X)
Dahulu, tahun 1967, ORBA telah menggunakan kata ‘Cina’ menggantikan kata ‘Tionghoa’ untuk orang yang leluhurnya berasal dari Cina, penggunaan kata ‘Cina’ ini mencurigakan karena Indonesia baru saja melalui ‘pemberontakan’ komunis yang dianggap berhubungan dengan Republik Rakyat Cina, maka segala sesuatu yang berbau Republik Rakyat Cina menjadi hal yang menjijikkan dan negatif, termasuk Kata ‘Cina’, bahkan bila kata ‘Cina’ tidak pernah digunakan dan tetap memakai kata ‘Tionghoa’ maka kata ‘Tionghoa’ pun akan menjadi bermakna negatif, mengacu kepada kebencian yang disebarkan oleh pemerintah ORBA di antara warga Indonesia di masa itu. sebelumnya, warga Cina dibatasi geraknya, hanya boleh berkediaman di ibu kota provinsi.
Karenanya, pemerintah Indonesia di masa ORBA telah bertanggungjawab menghubungkan kata ‘Cina’ dengan ‘Republik Rakyat Cina yang dikuasai Komunis’ dengan ‘pemberontakan komunis di Indonesia’, dosa sejarah.
Siapa yang berbuat maka dia yang bertanggungjawab. Pemerintah Indonesia di masa lalu telah menistakan kata ‘Cina’ maka sudah selayaknya pula pemerintah Indonesia sendiri yang memulihkan kata ‘Cina’.
Serupa seperti ini teman, bila seseorang dituduh berbuat jahat lalu diadili dan dihukum, namun setelah beberapa waktu muncul bukti yang mengatakan bahwa dia tidak bersalah maka orang ini harus dibebaskan dan nama baiknya dipulihkan.
Begitu pun dengan kata ‘Cina’, telah dianggap jahat namun akhirnya tidak terbukti jahat maka nama baik kata ‘Cina’ harus dipulihkan.
Demi memperbaiki kesalahan sejarah.
Selanjutnya…
Sekarang, apakah kita akan melanjutkan kebencian kepada orang Cina yang merupakan hasil propaganda pemerintah Indonesia di masa lalu? tentu saja tidak.
Lalu, Apakah dengan mengganti kata ‘Cina’ dengan kata ‘Tionghoa’ maka kebencian – kecurigaan dan diskriminasi akan hilang?
Begini teman, kalau kita bermaksud buruk kepada seseorang maka apapun kata yang kita gunakan kepada mereka akan bernada negatif, artinya, walau kata ‘Cina’ sudah diganti kata ‘Tionghoa’ namun bila niatnya buruk maka artinya pun akan buruk, maka perubahan dari ‘Cina’ ke ‘Tionghoa’ hanyalah pergantian nama, artinya tetap buruk.
Dulu kita dengar “dasar Cina! Pelit! Pergi lu Cina!”, dengan kebencian dan kecurigaan yang sama walau sudah diganti pakai kata ‘Tionghoa’ maka tetap saja akan seperti ini “dasar Tionghoa! Pelit! Pergi lu Tionghoa!”
, apakah terdengar lebih baik? TIDAK.
Maka, tidak penting kata apa yang dipergunakan, yang terpenting adalah niat baik dari si pengguna kata.
Sehingga, bukan perubahan kata dari ‘Cina’ menjadi ‘Tionghoa’ yang penting dan menentukan, melainkan perubahan niat yang harus dilakukan, berubah dari penuh kebencian-kecurigaan menjadi tanpa kebencian-kecurigaan.
Semua manusia sama, pernah melakukan kesalahan, pernah melakukan kebaikan.
Semua manusia sama, sama-sama pernah mengalami segala sesuatu yang mungkin terjadi di hidup ini, hanya saja kadarnya berbeda dari orang ke orang.
Mari akhiri segala kesalahan sejarah ini.
Sejak kecil saya selalu menyebut mereka dengan kata ‘Cina’ tanpa ada niat buruk dan saya akan terus memanggil mereka dengan kata ‘Cina’.