Jadi ceritanya saya baru saja selesai menemani anak saya berenang di sebuah kolam renang di daerah jalan merdeka, setelah dia kembali ke sekolah bersama teman-temannya dengan mobil sekolah, saya bengong sendiri di parkiran, lalu tatapan mata terpaku ke trotoar lebar nan bersih di depan kompleks kolam renang, sebagai pejalan kaki sejati, trotoar itu Nampak menggoda sekali, seperti berkata “ayo-ayo kemari, injak-injaklah kami, puaskan hati, habiskan hari.”
BAIKLAH!, saya ikuti kata hati dan mulai melangkahkan kaki.
Baru beberapa langkah di atas trotoar saya langsung berada di depan gedung sebelah kolam renang, yaitu gedung Polisi Militer, gedung yang nampaknya cinta lingkungan, go green, semuanya bewarna hijau.
Trotoar yang berada di depannya bersih dan lebar, kondisinya juga cukup bagus, tempat yang ramah bagi pejalan kaki, terutama karena tidak ada sepeda, becak, dan motor yang lalu lalang disitu, aman, teman-teman tidak perlu takut kehilangan nyawa saat berjalan disitu.
Karena di tempat lain kota ini, jika teman-teman hendak berjalan di trotoar maka teman-teman harus memastikan bahwa premi asuransi teman telah dibayar dan polisnya ada di rumah, sekedar untuk berjaga-jaga.
Di ujung trotoar saya bertemu persimpangan pertama, trotoarnya dilengkapi dengan papan penunjuk arah yang sangat lengkap, saya tidak memerlukan google maps karenanya, saya bisa langsung tahu kemana saya akan meneruskan perjalanan, terimakasih kepada pihak yang telah menyediakan papan penunjuk jalan itu, saya doakan semoga makin jaya, seperti Harna Jaya, aamiin.
Dari situ saya memutuskan untuk berjalan lurus sampai ke depan kantor Walikota Palembang, kurang lebih 60 meter dari titik awal perjalanan saya, di depan kantor Walikota ada trotoar tapi tidak selega di depan kantor PM, tapi cukuplah bagi saya untuk berjalan sendiri sambil mengambil beberapa foto sebelum meneruskan berbelok ke sisi barat kantor Walikota.
Sisi barat kantor Walikota ini rimbun dengan hehijauan, asri, dipisahkan dari jalan oleh pagar besi dan parit, tanpa trotoar, untungnya jalan ini sepi sehingga saya tidak merasa perlu menghubungi agen asuransi saya.
Jalan yang mulus, lebar, bersih dan sepi, enak banget buat jalan kaki, namanya jalan Sekanak, diambil dari nama sungai yang ada di sebelah barat jalan itu, yang di sisi barat muaranya berdiri sebuah pasar dengan nama sama, Pasar Sekanak.
Berjalan di bawah rimbunnya pepohonan yang menaungi saya dari teriknya matahari siang, saya tiba di ujung jalan Sekanak, sebuah pertigaan, pada sisi sebelah barat laut pertigaan ini ada sebuah bangunan tua yang masih Nampak kokoh, itu adalah gedung kantor NV Jacobson van den Berg & co (selanjutnya disebut Jacobson), didirikan sekitar tahun 1930, sebagai kantor cabang dari sebuah perusahaan skala global yang berdiri tanggal 1 juni 1860 di Belanda.
NV Jacobson bergerak di bidang asuransi perdagangan dan ekspor impor, dipilihnya Palembang sebagai salah satu kantor cabang mereka di nusantara menujukkan bahwa Palembang memang kota penting sejak dahulu kala.
Kondisi gedung kantor Jacobson cukup bersih walau sudah lama tidak dipergunakan, ada cukup banyak debu tapi tidak cukup banyak untuk menutupi kegagahan gedung tua ini, pesonanya masih bisa dinikmati. Sayangnya saya tidak bisa memasuki gedung ini, semuanya tertutup rapat, dan bagian samping yang dipakai sebagai tempat parkir pun dikunci. Saya hanya bisa menikmati dari luar, rasanya seperti mengunjungi pacar yang orang tuanya tidak setuju dengan kita, Cuma bisa dadah-dadah dari jauh. Akuh cedihhh.
Tapi hey, di sebelahnya ada sungai besar dan keramaian, saya pun bergegas menuju kesana, dan ah, saya tiba di pasar sekanak dan sungai yang saya lalui tadi adalah sungai sekanak, di atas sungai ada jembatan yang dijadikan tempat mangkal oleh abang becak.
Sekanak pasar yang ramai, yang banyak dikunjungi orang-orang dari pesisir timur provinsi Sumatera Selatan, mereka datang membawa kelapa batok dan kopra untuk dijual di Palembang dan pulang membawa sembako, air minum galon, tabung gas 3 kg, dan lain-lain.
Tukang pikul mondar-mandir dari kapal kayu ke darat, mengosongkan kapal dari muatan kelapa batok atau kopra, setelah muatan kosong, sekarang giliran sembako dan barang-barang kebutuhan lain yang mengalir masuk ke kapal, cukup senang melihatnya, menyaksikan denyut kehidupan orang-orang ini yang membentuk denyut kehidupan kota Palembang.
Saya melanjutkan perjalanan ke arah barat dari pasar Sekanak, yah, jika teman-teman perhatikan, dalam tulisan ini saya terus bergerak ke arah barat, entah kenapa, mungkin karena saya adalah anak muda yang kebarat-baratan, kurang cinta budaya timur yang luhur, semoga Tuhan memaafkan saya.
Deretan ruko tua berjejer mulai dari pasar Sekanak ke arah barat, ada yang berjualan bahan bangunan, ubin, kelontong, sampai pasang gigi palsu, sebuah bisnis yang menguntungkan di daerah yang gigi orang-orangnya terkikis oleh asamnya kuah pedas pempek, terbukti, beberapa toko jasa membuat dan memasang gigi palsu berjejer bersebelahan di daerah pertokoan ini.
Usia pertokoaan disini sudah cukup tua, sebagian dari mereka sudah berdiri sebelum Indonesia merdeka dan salah satunya didirikan pada tahun 1921, mungkin merupakan bangunan batu tertua di wilayah itu.
Banyak yang hendak saya tuliskan tapi saya batasi sampai disini karena dalam tulisan ini saya hendak mengabarkan mengenai nyamannya berjalan kaki di bagian tua kota Palembang, ada trotoar, jalanan yang sepi dan bersih, ada pepohonan, ada bangunan bersejarah, dan dekat dengan Benteng Kuto Besak dan Jembatan Ampera, sebuah lingkungan sempurna untuk sightseeing yang menyediakan banyak titik untuk Selfie yang merupakan gaya hidup terkini, lalu tunggu apalagi, main-mainlah kemari!
Lebih baik teman-teman buktikan sendiri, dan, sampai jumpa di tulisan saya nanti.
Bye!
Kakak ndak stop sebentar di toko gigi palsu buat perawatan dulu?
*ehhh…
Jadi perjalanan antar anak sampe di sekanak berakhir di toko mpek2?