(Tulisan pertama dari tiga bagian)
“Saya pernah kerja di Cina, waktu mau pindah ke Palembang, teman-teman langsung googling tentang Palembang, mereka bilang Palembang itu ndak ada apa-apa, kotanya disebut ciu-cang, kota markas bajak laut”
Saya mendengar kalimat itu sekitar jam 9 pagi di hari sabtu yang cerah di dalam ruangan berpengatur suhu setelah menyesap teh hangat, saya hendak tertawa, bukan karena kalimat itu salah atau lucu, tapi karena kalimat itu hampir seluruhnya benar, saya hendak tertawa getir.
“Palembang tidak ada apa-apa” yang ada dalam benak orang setelah googling mengenai kota Palembang menandakan sesuatu yang menyedihkan, tanda bahwa tidak ada sesuatu yang benar-benar khusus yang bisa direkatkan ke kota Palembang, sesuatu yang menarik perhatian dan menjadi tujuan yang hendak dilihat bila mereka mengunjungi kota Palembang.
Pempek mungkin kuliner yang sangat unik dengan kuah pedasnya, namun jarang kita dengar ‘Bandung kota Siomay’, ‘Jakarta kota Kerak telor’, atau ‘Denpasar kota ayam betutu’, yang cukup kencang hanya ‘Jogja kota gudeg’, dimana penjaja makanan angkringan menjadi aikon yang sangat popular bagi warga luar jogja. Jika Palembang hendak melekatkan pempek sebagai jualan utama, maka sudah saatnya pemkot Palembang mengemas paket wisata yang fokus kepada pempek, bukan acara yang berkala bulanan atau tahunan, tapi yang bisa dikunjungi setiap hari oleh wisatawan, misalnya kampong Pempek, dimana kapan pun wisatawan datang mereka bisa melihat keseharian pembuat pempek, melihat pempek dibuat dari nol sampai siap disajikan, dan mungkin akan sangat menarik bagi mereka bila melihat pempek dijajakan berjalan kaki keliling dalam wadah rotan, suatu keaslian yang tidak mereka dapatkan saat makan pempek di kota lain.
Sriwijaya adalah kekaisaran maritim yang sangat luas, dengan beberapa kota yang mengaku sebagai pusatnya, ada Palembang, ada Jambi, Kedah di Malaysia, Chaiya di Thailand, bahkan India. Palembang menjadi kandidat yang paling kuat, namun Jambi memiliki kompleks percandian peninggalan Sriwijaya yang diduga adalah kompleks percandian terbesar di Asia tenggara, sementara Raja Sriwijaya ditangkap di Kedah oleh Raja Chola, dan tentu saja, setelah menaklukan sriwijaya, India mengaku ibukota Sriwijaya ada di India selatan.
Palembang membutuhkan suatu bukti yang sangat kuat untuk mematahkan setiap klaim dari kota lain sebagai ibukota Sriwijaya dan satu-satunya cara adalah dengan menggalakkan penggalian arkeologi di sepanjang tepian sungai Musi sebagai tempat berkembangnya ibukota Sriwijaya. Pemprov Sumsel dan Pemerintah Pusat Harus Menggelontorkan dana besar untuk penelitian sejarah dan membuat aturan yang ketat mengenai perizinan pembangunan di tepian sungai Musi.
Jika langkah-langkah di atas dianggap sulit dilaksanakan maka cara terakhir adalah dengan melakukan kampanye besar-besaran melalui berbagai media untuk menonjolkan Palembang sebagai ibukota Sriwijaya. Pemkot Palembang dibantu Pemprov Sumsel mengadakan berbagai event Internasional dengan membawa nama Sriwijaya, Melakukan Seminar internasional, dan menjual paket perjalanan yang bernama ‘Sriwijaya Tour’ yang khusus mengunjungi berbagai tujuan wisata di Sumatera Selatan.
Sungai Musi adalah salah satu sungai terbesar di Indonesia, punya banyak cerita mulai dari Sriwijaya sampai masa kolonial Belanda, jika hendak dijadikan atraksi wisata utama maka pengemudi ketek baiknya didukung, dilatih, didorong untuk membuat asosiasi agar mudah menyeragamkan harga dan pelayanan, sebagai orang-orang yang setiap hari akan bertemu dan menjamu wisatawan yang hendak berkeliling sungai Musi.
Ampera masih mempesona, dan banyak wisatawan yang hendak berfoto dengan latar jembatan Ampera, beberapa tempat berfoto sudah disediakan, mungkin akan lebih lengkap bila tersedia pula pernak-pernik berbentuk jembatan Ampera untuk dibawa pulang oleh wisatawan sebagai kenang-kenangan atau pun oleh-oleh.
Apapun yang menjadi pilihan, pilihan tersebut harus menjadi pusat segala kegiatan pariwisata dan menjadi kata utama dalam berbagai jenis promosi yang digelar melalui berbagai bentuk media, jika itu sudah dilakukan dan internet dipenuhi oleh kata kunci itu maka tidak akan ada lagi orang-orang yang setelah googling berkata “Palembang ndak ada apa-apa”.