Balaputra adalah nama salah satu Datu dari Kedatuan Sriwijaya dan tidak ada hubungan apapun dengan baladewa, baik dengan baladewa sebagai tokoh pewayangan apalagi dengan baladewa penggemarnya Dewa 19.
Balaputra ini hanya memiliki hubungan dengan raja-raja kuno di nusantara dan di anak benua India dan tulisan ini akan membahas hubungan-hubungan itu dengan sumber dari buku karangan Prof. Dr. Slamet Muljana (Selanjutnya akan disebut ‘Prof Slamet’) yang berjudul ‘Sriwijaya’.
Nama Balaputra muncul pertama kali dalam piagam Nalanda yang dibuat pada tahun 860 M. Nalanda sendiri adalah nama sebuah pusat pendidikan agama Buddha di Kerajaan Pala yang sekarang terletak di dekat desa Bihar, India sebelah timur laut, dekat dengan pegunungan Himalaya dan pada masa keagungannya merupakan pusat belajar agama Buddha aliran Tantra yang terkenal, orang-orang dari Asia Timur dan Asia Tengah datang dari jauh untuk belajar di Nalanda.
Piagam Nalanda dibuat pada masa kekuasaan Dewapala dari dinasti Pala yang bertahta antara tahun 810 M sampai 860 M, sehingga besar kemungkinan Balaputra dari dinasti Sailendra hidup di masa yang sama karena keduanya di dalam piagam Nalanda dikatakan memiliki hubungan diplomasi, saling berkirim utusan.
Balaputra mengirim utusan kepada Dewapala dengan membawa dana untuk pembangunan kuil Buddha beserta asrama bagi warga Sriwijaya yang belajar di Nalanda dan meminta kemurahan hati Dewapala untuk menyediakan tanah bagi pembangunan kuil dan asrama tersebut.
Dalam piagam Nalanda disebutkan nama kedua orang tua Balaputra beserta nama kakek dari pihak ibunya, seperti ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut ini.
Samaragrawira adalah Maharaja Sriwijaya yang memiliki istri bernama Tara, putri dari raja Sri Dharmasetu.
Sri Dharmasetu adalah raja dari dinasti Somawangsa, yang diperkirakan berasal dari Nepal yang berada tepat di sebelah utara Nalanda, di kaki pegunungan Himalaya. Jika dugaan ini benar maka Balaputra membangun kuil dan asrama di daerah yang jauh di seberang lautan tapi berdekatan dengan tanah leluhurnya dari sisi ibu.
Nama Balaputra tidak ditemukan dalam piagam apapun di jawa, namun muncul nama yang terdengar serupa, yaitu ‘Walaputra’, yang terdapat dalam piagam Jatiningrat yang diduga dari tahun 856 M. Dari sinilah Prof Slamet menduga bahwa Walaputra adalah Balaputra, orang yang sama hanya berbeda cara penyebutan suku kata pertama pada namanya.
Dalam piagam itu Walaputra disebut sebagai orang yang menumpuk batu untuk kubu pertahanan karena sedang berperang melawan Jatiningrat.
Jatiningrat sendiri adalah bangsawan Jawa beragama Siwa yang menikahi wanita keluarga dinasti Sailendra dari Sumatera yang bernama Pramodawardhani yang beragama Buddha. Pramodawardhani ini adalah putri dari Samaratungga yang mendirikan candi Borobudur, candi Buddha di tanah Hindu. Silsilah Pramodawardhani akan ditunjukkan dalam Tabel 2
Sama seperti Balaputra, Pramodhawardhani pun anggota keluarga Sailendra dan hidup semasa dengan Balaputra. Ini berarti bahwa dinasti Sailendra berkuasa atas Sumatera dan Jawa.
Namun, mengapa dua anggota utama dinasti Sailendra saling bertempur?, untuk menjawab ini maka kita perlu memperjelas beberapa hal.
Pertama, Balaputra dan Walaputra mungkin adalah dua kata yang dipergunakan untuk menyebut satu orang yang sama, dengan ‘Balaputra’ sebagai kata asli dan ‘Walaputra’ adalah versi Jawanya.
Kedua, Balaputra dan Pramodhawardhani berasal dari satu dinasti yang sama namun bukan saudara kandung, beberapa usaha untuk menjadikan Balaputra dan Pramodhawardhani sebagai Kakak-Adik dan Paman-Kemenakan terbentur di berbagai masalah sehingga kecil kemungkinannya mereka adalah saudara dekat.
Ketiga, Pramodhawardhani adalah anggota Dinasti Sailendra yang beragama Buddha yang dinikahi oleh Jatiningrat yang beragama Siwa.
setelah memperjelas hal-hal itu, maka, jawaban yang paling mungkin adalah, suami Pramodhawardhani hendak berkuasa secara mandiri atas tanah Jawa dan melepaskan diri dari bayang-bayang kebesaran dinasti Sailendra. Atau mungkin pula karena pembangunan kuil Buddha raksasa (Borobudur) telah membuat warga Jawa yang mayoritas beragama Hindu-Siwa memberontak dibawah pimpinan Jatiningrat.
Apapun alasannya, Jatiningrat nampaknya memenangi pertempuran, memerdekakan Jawa bagian tengah dan membuat Balaputra kehilangan kekuasaannya atas sebagian tanah Jawa.
Namun, Balaputra tetaplah seorang tokoh yang hebat, dia satu-satunya penguasa di Nusantara masa kuno yang membangun kuil dan asrama di luar wilayah kekuasaanya, sesuatu yang menunjukkan wibawanya di mata penguasa lain di wilayah yang jauh.
Semoga ini bisa menjadi penggugah semangat bagi warga Palembang untuk mencapai prestasi yang sama atau bahkan lebih di tingkat dunia.
wew, gak nyangka koneksi kerajaan sriwijaya dengan kerajaan daratan india bukan hanya sebatas koneksi dagang, tapi juga koneksi perkawinan antar dinasti………… pentes seorang dharmakirti bisa diterima sebagai filsuf buddha meskipun berasal dari bangsa austronesia……. terbaur erat rupanya.