Kehadiran orang arab di Palembang telah tercatat lama, Sriwijaya pernah mengirim utusan ke Cina yang diduga kuat dipimpin oleh seorang Arab. Kemampuan mereka berbicara mungkin menarik perhatian penguasa Sriwijaya untuk menjadikan mereka sebagai utusan yang dikirim ke negeri Cina.
Hubungan yang istimewa ini berlanjut ke masa kesultanan Palembang Darussalam, dimana para pendatang dari tanah Arab ini diterima dengan tangan terbuka, dijadikan sebagai guru agama, bahkan sebagian dari mereka dijadikan anggota keluarga kesultanan.
Sejak masa kesultanan, jumlah pendatang Arab di Palembang cukup besar, bahkan anggota komunitas orang Arab di Palembang adalah yang terbesar kedua di seantero kepulauan Asia Tenggara, hanya kalah oleh ukuran komunitas Arab di Aceh.
Orang Arab-orang Arab ini sebagian besar adalah pedagang, mereka terlibat dalam perdagangan barang kelontong, kain, dan wewangian. Sementara yang lain ada yang menjadi pengusaha batu es, percetakan, depot kayu, dan pelayaran.
Sebagian besar dari orang Arab ini berhasil dalam pekerjaan mereka, membuat mereka menjadi orang kaya, bukan saja diantara sesama orang arab sendiri tapi juga diantara seluruh penduduk kepulauan Asia Tenggara.
Bukan hanya itu, orang Arab dari Palembang juga tergolong berhasil secara keuangan bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka sesama orang Arab di bagian lain kepulauan Asia Tenggara, termasuk mengalahkan komunitas Arab terbesar di kepulauan, yaitu Aceh.
Pada tahun 1800an, pejabat Belanda mencatat mengenai warga arab yang memiliki modal usaha di atas 10.000 Gulden, di Jakarta ada 22 orang, di Semarang ada 14 orang, di Palembang ada 37 orang, dan di Singapura ada 80 orang.
Ini artinya ada lebih banyak orang Arab kaya di Palembang daripada di Jakarta, jumlahnya hampir separuh dari Singapura yang pada saat itu telah menjadi pelabuhan terbesar di wilayah kepulauan Asia Tenggara.
Bahkan pada masa kejayaan Pelayaran, orang Arab Palembang punya andil besar dengan menjadi penyedia layanan pelayaran milik bangsa Arab yang terbesar di kepulauan Asia Tenggara. Pengusaha Arab di Palembang bahkan memiliki kapal Api untuk bersaing dengan pengusaha pelayaran dari Eropa.
Jika memperhatikan besarnya ukuran komunitas dan kekuatannya secara ekonomi, Nampak jelas bahwa komunitas Arab di Palembang sangat menonjol diantara komunitas Arab di tempat lain, kombinasi dua hal ini membuat komunitas Arab di Palembang menjadi penting sebagai rujukan utama bagi warga Arab perantauan di bagian lain kepulauan Asia Tenggara.
Pemerintah Belanda di Hindia Timur pun memperhatikan bahwa Palembang menjadi salah satu kota tujuan utama para pendatang Arab, selain Aceh dan Pontianak. Mungkin karena Palembang sudah lama mereka kenal sejak ratusan tahun sebelumnya dan mungkin juga karena kemakmuran para perantau Arab yang datang lebih awal dari mereka.
Pada saat pemerintah Belanda di Hindia Timur mulai mendata warga Arab di wilayah mereka pada tahun 1882, mereka mencatat bahwa beberapa keluarga Arab telah ada di Palembang sekitar 5-6 generasi, jika satu generasi adalah 20-25 tahun maka keluarga-keluarga arab ini sudah ada di Palembang setidaknya sejak 100-150 tahun sebelumnya, yaitu antara 1732-1782.
Ini adalah pendatang Arab yang benar-benar meninggalkan tanah kelahirannya dan menetap di Palembang, berbeda dengan para pedagang arab pada masa sebelumnya yang hanya mampir di pelabuhan Palembang dan menetap sementara.
Para keluarga Arab yang telah menetap di Palembang sejak tahun 1732 ini diantaranya adalah marga Al-Habsyi, Bin Syihab, dan As-Saqqaf.
Selain mereka, pemerintah Belanda juga mencatan keluarga arab yang lebih akhir kedatangannya, 2 generasi sebelum pendataan dilakukan pada tahun 1882, itu artinya sekitar tahun 1832-1842, yang terakhir ini adalah keluarga Arab dari marga Al-Jufri dan Al-Munawar.
Sebagian besar pendatang Arab di Palembang berasal dari keluarga Sayyid, yang diyakini sebagai keturunan langsung pendiri agama Islam, mereka rata-rata sedari kecil sudah mampu membaca dan menulis, juga berhitung, minimal hitungan yang bisa membantu mereka dalam berdagang.
Singkat kata, pendatang Arab yang tiba di Palembang adalah orang Arab dengan garis keturunan terhormat, dari kelas ekonomi menengah, dan terdidik dengan baik. Mungkin kombinasi ketiga hal ini yang membuat komunitas Arab di Palembang berkembang pesat secara ekonomi dan membuatnya menjadi sangat penting.
Perihal pentingnya komunitas Arab di Palembang bisa dirasakan pada acara tahunan Haul Kubro, warga Arab dari penjuru kepulauan Asia tenggara berduyun-duyun menuju Palembang, dari Jakarta, Pontianak, Singapura, Malaysia, Brunei, bahkan dari Yaman menghadiri acara ini.
Komunitas Arab adalah bagian dari kekayaan sejarah, budaya, dan intelektualitas kota Palembang, mereka telah memberi banyak andil dalam perkembangan kota Palembang sehingga bisa menjadi seperti sekarang. Sudah selayanya mereka dibantu untuk melestarikan identitas sejarah dan budaya mereka demi menjaga kekayaan sejarah dan budaya kota Palembang sendiri.
Palembang adalah kota tua yang bangga.