Salam teman-teman,
Semoga teman-teman semua selalu sehat, aamiin.
Ini adalah peta Palembang pada tahun 1947 yang saya buat berdasarkan beberapa peta lama dan sketsa yang terdapat di beberapa sumber yang berbeda.
Tujuan pembuatan peta ini adalah agar saya sendiri bisa lebih memahami situasi dan kondisi pada saat terjadinya perang 5 Hari 5 malam di Palembang dan juga karena saya ingin mengetahui sejarah kota Palembang, bagian mana saja dari kota ini yang telah lama ada, sesuatu yang akan memudahkan saya untuk berburu bangunan tua dan lokasi bersejarah di kota Palembang.
Saya yakin bahwa manfaat yang sama akan dirasakan bagi teman-teman yang gemar sejarah, baik itu sejarah budaya maupun sejarah perkembangan kota, karena itu saya membagikan peta ini agar dapat memudahkan teman-teman sekalian.
Tentu saja pada tahun 1947 kota Palembang belum seuas sekarang tapi ukuran ini sudah termasuk luas untuk masa itu sehingga Palembang dianggap sebagai kota terbesar kedua di pulau Sumatera setelah kota Banda Aceh.
Jalan masuk ke kota Palembang bisa melalui darat, air, dan udara. melalui udara, Palembang bisa dimasuki melalui pelabuhan udara Talang Betutu yang berada di utara kota, dalam peta ini, Talang Betutu dicapai melalui Charitas, terus ke utara kurang lebih 13 kilometer lagi.
Bila hendak ke Palembang melalui jalur air, orang bisa menaiki kapal memasuki muara sungai Musi di selat Bangka, menghulu sampai ke kota dan berlabuh di Boom Baru.
Sementara bila hendak ke Palembang melalui darat, bisa memanfaatkan jalur kereta api dari Bandar Lampung yang akan berhenti di stasiun kereta api Kertapati, dari sana bisa langsung ke bagian ulu kota dengan menyeberangi jembatan Wilhelmina, yang sekarang dikenal dengan nama jembatan Ogan, bila hendak ke bagian ilir maka bisa langsung menyeberang mempergunakan kapal dari dekat stasiun dan akan berlabuh di daerah Tangga Buntung atau Pasar 16.
Bila membawa kendaraan maka bisa masuk ke kota dari beberapa arah, pertama, dari arah utara, orang-orang yang datang dari arah sekayu bisa mengambil jalan yang melalui pelabuhan udara Talang Betutu langsung ke Charitas. Talang Betutu sendiri saat itu berada jauh di luar kota, di sisi kanan dan kiri jalan yang naik turun hanya dipenuhi pepohonan, perbukitan yang tertutup hutan.
Kedua, melalui arah barat, bagi mereka yang datang dari arah Indralaya, Prabumulih, Muara Enim, dan Lahat, mereka akan memasuki Palembang melalui jalan yang terdapat di dekat stasiun kereta api Kertapati.
Ketiga, bagi yang datang dari arah Kayu Agung maka bisa melalui jalan yang dibangun dekat kilang minyak Plaju yang berada di sebelah timur kota. di jalan ini, pemandangannya adalah daerah datar yang berawa-rawa dengan beberapa pulau yang dipenuhi pohon tinggi.
Tidak bisa memasuki kota melalui sisi barat sebelah ilir, karena jalan Tangga Buntung hanya sampai sekitar daerah Karang Anyar dan jalan dari bukit kecil memanjang sampai daerah Bukit Siguntang lalu terus ke jalan Sultan Mas Mansyur berakhir di jalan Tangga Buntung, membentuk suatu lingkaran besar tanpa cabang.
Begitu pula dari arah sebelah timur seberang ilir, jalan yang sekarang dikenal dengan nama jalan M. Isa baru dibangun sampai sekitar daerah taksam, sementara jalan Yos Sudarso hanya sampai sekitar Pasar Lemabang, jalan menuju Pusri belum ada karena Pusri sendiri belum ada.
Inilah luas wilayah Palembang pada tahun 1947, semoga bermanfaat untuk kita semua.
Tulisan lain yang berkaitan dengan peta ini mungkin menyusul dalam waktu dekat.
Terima kasih teman-teman.
Silaberanti katek di peta hiks
.
.
.
hahaha, tapi lumayan ado UMP.
mano sekip bendung? 🙁