Skip to content
Menu
Kisah Kecil dari Palembang
  • Masa Lalu
  • Masa Kini
  • Gagasan
Kisah Kecil dari Palembang

Taman Batu Yang Menyehatkan

Posted on 08/03/201723/07/2022

“Semoga tempat yang akan dikunjungi ini setimpal dengan perjalanan ini.” Kata saya kepada teman perjalanan.

Kami sedang melangkah dengan hati-hati di sebuah jalan setapak yang berlumpur di antara kebun kopi di dalam sebuah hutan, 8 jam perjalanan ke arah barat dari kota palembang. Masuk melalui lorong diantara rumah warga, dalam 3 menit kami sudah berada di antara kebun kopi dan hutan, lalu berjalan lagi sekitar 12 menit melintasi jalan becek nan licin, bersyukur sekali tidak ada Cinta Laura Kiehl saat menapak jalan becek ini.

Setelah jalan becek yang terakhir kami bertemu belokan ke arah kanan, saat memasuki belokan itu, terjadilah mukjizat, jalan becek berubah menjadi jalan tanah padat berumput tebal, di kanan-kirinya tanaman tertata rapi, elok sekali, nampaknya ada orang suci yang pernah masuk ke hutan ini lalu menghentakkan tongkatnya ke tanah dan tadaaa, hutan terbuka untuk dilalui.

Saya mulai berjalan diatas rumput yang rapih itu, ada garis bekas perlaluan sepeda di tengahnya, tapi tetap rapih, karena tidak becek, saya mengikuti jalan setapak yang lurus itu, pada sisi kiri, dari balik rimbun tanaman yang menjadi batas jalan setapak saya mulai melihat beberapa batu disusun sampai setinggi orang dewasa, beberapa mulai berlumut, tanda bahwa batu-batu ini telah lama tidak disentuh, mungkin sejak pertama kali batu-batu itu disusun.

Sebuah pondok kayu besar bertingkat dua menyambut rombongan kami, lantainya langsung ke tanah, tanah yang keras tanpa rumput tapi bersih dan tidak becek, di ujung yang lain dari pondok ini saya melihat di atas tanah terdapat perapian kecil dengan teko logam di atasnya, diantara saya dan teko itu terdapat dua tempat duduk panjang dari bambu dan kayu, masing-masing satu di sisi kanan dan kiri.

Dari tempat saya berdiri di pintu masuk pondok, saya bisa melihat sebuah tempat yang unik, bebatuan disusun diantara tanah berumput tebal yang rapih dikelilingi oleh hutan dengan pepohonan tinggi, tempat ini sedikit aneh tapi menarik sekali.

Beberapa teman tidak tahan untuk segera masuk ke taman, namun segera diingatkan oleh pemilik agar melepas alas kaki sebelum masuk ke taman, saya tidak menanyakan gunanya tapi dugaan saya alas kaki harus dilepas agar tidak merusak tanah dan rumput yang sudah rapi itu, dan saya tidak keberatan melepaskan alas kaki saya setelah melihat tamannya memang terjaga dengan baik seperti itu.

Dan, ternyata memang lebih enak melangkahkan kaki tanpa alas di atas rumput dan tanah di taman itu, terasa lebih menyatu, tanpa tabir, ada semacam energi yang mengalir dari bumi masuk melalui kaki, membuat saya yang dalam keadaan normal adalah orang yang rewel mengenai perkara kebersihan tubuh bisa melangkah dengan tenang dan menikmati suasananya bertelanjang kaki.

Saya berkeliling, memasuki setiap bagian taman, dan saya mendapatkan kesan taman ini seperti taman-taman di pura di Bali, bahkan seperti taman-taman jepang yang rapi. Setiap batu diambil sendiri dari perut bumi oleh pak Damsi, pemilik taman ini, beliau menggali sendiri tanah disini, mengeluarkan batunya, lalu menyusun batu-batu itu sampai setinggi manusia dan menyusun sebagian lainnya sebagai pagar taman, itu dilakukan dengan tangannya sendiri dan tanpa bahan perekat  apapun, dan itu sudah dilakukan pak Damsi sejak tahun 1980-an.

Menakjubkan.

Saya makin kagum setelah membayangkan bahwa taman ini adalah milik pribadi, bukan pemerintah, dan dibangun sendiri oleh pemiliknya dengan menggunakan peralatan perkebunan sederhana, tidak ada peralatan berat, tanpa semen, bata, dan truk apalagi traktor utnuk mengeduk tanah dan grader untuk meratakan tanah. Semuanya hanya dengan tangan.

Pak Damsi layak mendapatkan penghargaan dan pujian untuk apa yang telah beliau lakukan selama 30 tahun ini.

Dan salah satu bentuk penghargaan yang bisa teman-teman berikan untuk pak Damsi adalah, dengan datang berkunjung dan membuka alas kaki saat memasuki tamannya.

 

DSC01540
Sebelah Kiri Adalah Hutan, Sebelah Kanan Adalah Kebun Kopi, Satu-satunya Jalan Setapak Yang Kering Yang Kami Lalui.

 

 

DSC01543
10 Meter Terakhir Sebelum Memasuki Taman Batu Organik. Sebelah Kanan Ini Adalah Hutan Bercampur Kebun Kopi.

 

 

DSC01550
Bukan Hanya Rerumputannya Yang Rapih, Batuannya Pun Rapih, Ini Di Tengah Hutan Loh!

 

 

DSC01551
Batuan Ini Sudah Lama Ditumpuk Sehingga Mulai Berlumut,Mungkin Sudah Bertahun-tahun.

 

 

DSC01562
Bebatuan Berbagai Bentuk Dan Ukuran Disusun Rapih Tanpa Alat Perekat Apapun.

 

 

DSC01564
Ada Jalan Dengan Lantai Tanah Yang Padat Tanpa Becek Seperti Ini Di Tengah Hutan Setelah Hujan Turun.

 

 

DSC01569
Bagian Dari Taman Batu Organik Yang Paling Menyegarkan.

 

 

DSC01578
Bukan, Ini Bukan Sebuah Lorong Di Sebuah Pura Di Bali, Ini Lorong Di Taman Batu Organik, Lahat.

 

 

DSC01601
Pondok Di Pintu Masuk Taman Batu Organik, Alas Kaki Dilepas dan Ditinggalkan Disana Sebelum Memasuki Taman.

 

 

DSC01614
Dapur Di bagian Belakang Pondok Taman Batu Organik.

 

Sebenarnya ini bukan perjalanan yang berat, hanya becek saja, tidak disarankan memakai sepatu atau sendal mahal kesini, juga sendal jepit, karena ada kemungkinan sendal jepit akan lengket saat terbenam di lumpur dan percikan-percikannya akan mengotori betis dan celana. Mungkin akan lebih baik bila datang di musim kemarau karena saya datang saat musim hujan.

Dan,

Semua batu disini adalah batu asli dari alam bukan buatan pabrik, karena itu taman ini dinamai ‘Taman Batu Organik’, kalau batu-batuannya buatan pabrik apalagi bila mengandung zat kimia maka taman ini akan disebut ‘Taman Batu non-Organik’.

Dan karena bebatuan disini adalah alami, maka bebatuan disini baik bagi kesehatan pengunjungnya.

Mainlah!

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Mengenai Robby Sunata
March 2017
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  
« Jan   May »
  • April 2025
  • March 2025
  • February 2025
  • January 2025
  • October 2024
  • August 2024
  • July 2024
  • June 2024
  • May 2023
  • November 2022
  • August 2022
  • May 2022
  • March 2022
  • February 2022
  • January 2022
  • December 2021
  • August 2021
  • July 2021
  • February 2021
  • January 2021
  • December 2020
  • November 2020
  • July 2020
  • June 2020
  • May 2020
  • April 2020
  • March 2020
  • February 2020
  • May 2017
  • March 2017
  • January 2017
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • May 2016
  • March 2016
  • January 2016
  • November 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • January 2014
  • May 2010
©2025 Kisah Kecil dari Palembang | WordPress Theme by Superbthemes.com