Anda tidak akan bisa memadamkan kebakaran dengan beras, melemparkan dua ton beras ke dalam api yang berkobar-kobar tidak akan membuat apinya berhenti membakar rumah. Tetapi ya, setelah api padam dan warga yang kehilangan segalanya dalam kebakaran kebingungan dengan masa depan mereka, dua ton beras akan sangat membantu, sampai mereka bisa kembali mencari nafkah dan menegakkan rumah.
Begitu pula dengan wabah Covid-19. Beras, mie instan, dan gula tidak akan bisa membunuh virus corona. Tidak ada satu pun jurnal yang berisi laporan mengenai bukti ilmiah bahwa memberi sumbangan dua kilogram beras atau 10 bungkus mie instan akan membuat virus corona mati. Tetapi ya, beras dan mie instan akan sangat membantu orang-orang yang terdampak secara ekonomi oleh wabah Covid-19.
Sembako adalah senjata ekonomi, tidak bisa dibawa bertempur ke medan perang kesehatan.
Wabah Covid-19 ini hanya dapat diperangi memutus mata rantai penularan virus SARS-CoV-2. Memutus mata rantai penularan virus SARS-CoV-2 dapat dilakukan dengan dua hal, pertama, membunuhnya dengan vaksin dan kedua, mencegahnya berpindah ke manusia lain. Cara yang pertama sedang berjalan tetapi memakan waktu. Dalam keadaan normal, sebuah vaksin yang efektif akan memakan waktu 10 tahun sebelum diluncurkan. Waktu itu dihabiskan untuk memulai penelitian, pengujian, pengembangan, mengurus perizinan, dan akhirnya bisa diproduksi. Tetapi dalam masa krisis seperti saat ini, proses itu dikebut menjadi sekitar 18 sampai 24 bulan.
Menilik waktu penelitian yang baru berjalan tiga bulan sejak awal wabah dimulai, maka perjalanan kita masih sangat jauh sampai dapat memperoleh vaksin Covid-19 yang pertama. Karena itu perang melawan wabah ini sekarang beralih ke pilihan kedua, mencegah virusnya berpindah ke manusia lain. Untuk melaksanakan pencegahan itu, terdapat dua cara, pertama yakni memakai pakaian pelindung dan kedua mengurangi pertemuan antar manusia.
WHO menyatakan bahwa droplet yang mengandung virus corona mampu bertahan hidup dalam jangka waktu empat sampai 72 jam, tergantung dimana dia mengudara dan menempel. Karena droplet yang mengandung virus bisa bisa melayang-layang di udara dan memasuki tubuh manusia melalui mata, hidung, dan mulut maka ketiga bagian itu harus tertutup rapat bila seseorang berencana untuk keluar rumah. Droplet yang mengudara juga bisa menempel di penutup kepala, rambut, pakaian, dan alas kaki, sedangkan droplet yang menempel di berbagai benda bisa berpindah ke tangan atau pakaian melalui sentuhan. Karena itu, menggunakan pakaian pelindung seluruh tubuh seperti Hazmat sangat dianjurkan bila hendak bepergian.
Bila negara mampu menyediakan pakaian Hazmat bagi seluruh warganya maka kita tidak perlu kuatir untuk berkegiatan seperti biasa. Tetapi bila pemerintah memiliki keterbatasan maka cara memerangi Covid-19 harus beralih ke jalan lain, yakni dengan mengurangi interaksi antar manusia. Dasar berfikirnya adalah bahwa satu orang yang terjangkit Covid-19 tidak akan bisa menulari orang lain bila dia tidak bertemu siapa-siapa selama dia terjangkiti, sakit dan menjalani masa penyembuhan.
Karena Covid-19 membutuhkan waktu 5 sampai 14 hari sampai gejala pertama muncul maka menjadi hal yang sulit untuk mengetahui apakah seseorang itu sehat atau telah terjangkiti selama gejalanya belum muncul. Karena itu, tindakan terbaik adalah membatasi pergerakan semua orang dengan didasari asumsi bahwa mereka semua telah terjangkiti hanya saja belum menunjukkan gejala. Jika ditaati, maka virus SARS-CoV-2 tidak bisa menyebar kemana-mana sehingga hanya sedikit yang menjadi sakit. Jumlah korban yang sedikit ini akan memudahkan penyedia layanan kesehatan untuk memberi perawatan yang maksimal sampai mereka sembuh, suatu hal yang tidak akan terjadi bila rumah sakit dibanjiri oleh pasien Covid-19.
Dengan demikian, cara terbaik memerangi Covid-19 adalah dengan membantu upaya pembuatan vaksin, menyediakan dan membagikan Hazmat kepada setiap orang dan atau membuat orang berdiam diri di rumah saja.
Saat ini cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk menghentikan penyebaran Covid-19 adalah dengan cara menghimbau orang agar sebanyak mungkin yang berdiam diri di rumah. Sedangkan bagi mereka yang keluar rumah diminta untuk tidak berkerumun dan disarankan untuk memakai masker, alat perlindungan yang paling minimal untuk mencegah penularan dan tertular virus corona. Dalam situasi yang serba tanggung seperti inilah beras, mie, dan sembako lain memainkan perannya, bukan sebagai amunisi untuk memerangi Covid-19 tetapi sebagai alat agar warga yang berdiam diri di rumah bisa tetap bertahan hidup selama masa sulit ini.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa membagikan sembako dengan mengabaikan aspek kesehatan akan membuat wabah semakin memburuk.
Membagikan sembako dengan cara mengumpulkan warga di satu tempat yang sama akan sangat riskan secara kesehatan, apalagi bila warga datang tanpa mempergunakan alat perlindungan diri, bahkan yang paling minimal sekalipun seperti masker.
Sumbangan sebaiknya dibagikan langsung ke rumah-rumah atau ke lapak-lapak warga dan tidak mendirikan tenda apalagi panggung di lokasi pembagian. Panitia yang memberi sumbangan harus membentuk beberapa tim pembagian sembako yang terdiri atas dua atau tiga orang, dengan satu orang yang membawa kendaraan dan satu atau dua orang yang membagikan. Tim kecil akan mengambil sembako dari rumah yang dijadikan posko untuk dibagikan di tempat yang telah ditentukan. Tiba di lokasi penerima sumbangan, alih-alih mengumpulkan warga, tim kecil harus bersedia mondar mandir membawa sumbangan dari kendaraan langsung ke rumah atau lapak warga. Mereka harus mendatangi rumah atau lapak penerima sumbangan satu per satu sampai semua sumbangan telah disalurkan. Hal ini harus dilakukan bila para pemberi sumbangan benar-benar ingin membantu dan bukan sekadar pencitraan.
Jika mendatangi satu per satu dirasakan rumit daripada cara pengerahan massa ala kampanye, maka si pemberi sumbangan sebaiknya menyalurkan sumbangannya kepada lembaga amal yang telah biasa melakukannya, seperti Sekolah Relawan, ACT, PMI atau lainnya. ini perlu dilakukan untuk kesehatan semua pihak.
Sembako tidak membunuh virus. Sembako adalah alat ekonomi yang tidak akan bisa menyelesaikan masalah kesehatan dan Covid-19 ini adalah masalah kesehatan, yang sangat parah.
Jika ingin memerangi Covid-19 maka bukan sembako senjatanya. Mereka yang rajin menggelorakan kata-kata ‘memerangi Covid-19’ sebaiknya berusaha menyediakan dan membagikan alat perlindungan diri kepada para awak medis, ambulans, tenaga kebersihan rumah sakit. Mereka juga sebaiknya mempergunakan segala sumber daya dan saluran yang mereka punya untuk mempromosikan pengurangan kegiatan di luar rumah dan penggunaan alat perlindungan diri bila terpaksa keluar.
Meski terdengar seperti jargon dari masa awal kemerdekaan, kata-kata ‘memerangi Covid-19’ tidaklah salah, hanya saja pilihan senjatanya harus sesuai dan dilakukan dalam cara yang sesehat mungkin.