Kami mendukung rencana memindahkan keramaian Pedestrian Sudirmna ke tempat lain. Pedestrian Sudirman yang digelar setiap malam di akhir pekan sudah tidak terkendali lagi dan menjadi semrawut.
Dalam usulan yang kami sampaikan pertama kali sekian tahun lalu saat proyek LRT baru dimulai dan menutup Sebagian ruas jalan Jenderal Sudirman, ruas jalan yang ditutup itu dimanfaatkan sebagai ruang publik dimana warga bisa menikmati suasana kota di malam hari.
Suasana yang ditawarkan adalah sensasi nongkrong di jalan utama yang lebar di pusat kota yang biasanya ramai di siang hari. Pemandangan kota di malam hari dengan kerlap kerlip lampu menjadi pelengkap experience yang ditawarkan. Kondisi jalannya pun memungkinkan.
Selain telah ditutup oleh pembangunan LRT, ruas jalan antara Cinde dan perempatan International Plaza memiliki jalan yang mulus, trotoar bagus, dan pepohonan rindang. Penerangan jalan pun tersedia memadai.
Gerobak makanan dan meja-kursi akan digelar di jalan sedangkan trotoar dibiarkan sebagai tempat warga lalu Lalang. Pengamen dipersilahkan bernyanyi tetapi hanya di tempat yang telah ditentukan sehingga dia tidak bisa berpindah-pindah, cukup bernyanyi di lapaknya masing-masing. Jarak antar pengamen diatur agar suara mereka tidak tumpang tindih. Suasana yang hendak diciptakan adalah suasana yang cozy, suasana yang enak untuk nongkrong sambil ngobrol dengan teman, menyesap kopi, dan melihat kerlap-kerlip lampu kota yang memanjang sampai ke Jembatan Ampera.
Toko-toko yang ada diharapan tetap membuka toko mereka sampai malam agar suasana menjadi lebih semarak. Keramaian Sudirman di malam hari diharapkan bermanfaat bagi para pemilik toko, selain makan dan minum, pengunjung juga bisa berbelanja di toko-toko itu. Tidak ada yang salah dengan membeli spare part motor jam 7 malam, transaksi seperti itu tidak melanggar norma hukum apapun, baik hukum agama maupun hukum negara. Itu hanya mengenai pola pikir saja.
Rencana itu lalu dikembangkan dari satu ruas ke ruas lainnya, yakni dari International Plaza sampai ke Martabak HAR di muara jalan Rustam Effendi. Ternyata usul kami diterima dan di-eksekusi oleh Pemkot Palembang melalui Dinas Pariwisata dan diberi nama Pedestrian Sudirman. Tapi hanya sampai disitu keterlibatan kami, hanya sebagai pengusul.
Kini kami mendukung Pedestrian Sudirman dipindahkan.
Tempat makan yang seharusnya menjadi pusat warga berkumpul dan bercengkrama tersisihkan dari jalur utama oleh lapak berbagai pedagang. Warga penuh sesak berbelanja, sementara warga lain berjalan berimpitan di antara berbagai lapak yang digelar tidak beraturan. Suara musik menggelegar dari berbagai lapak komunitas yang jaraknya berdekatan. Suara speaker mereka tumpeng tindih dan pada akhirnya, bukan menghibur tetapi malah menyiksa telinga.
Orang-orang yang seharusnya bisa ngobrol santai kini harus berbicara sampai urat lehernya terlihat agar suara mereka terdengar oleh lawan bicara.
Sebelum menjadi lebih semrawut lagi sebaiknya memang dipindahkan saja. Biarkan kehidupan malam di jalan Jenderal Sudirman berkembang secara alami.
Saat ini mulai muncul pedagang makanan di sisi selatan jalan itu. Antara sebuah gerai minimarket dan restoran martabak HAR. Mereka buka setiap malam dan diminati oleh warga Palembang. Warga senang dengan suasana yang asik di tepi jalan. Suasananya cukup tenang sehingga bisa bicara dengan santai bersama teman, duduk di bawah pohon rindang di tepi jalan, sambil makan dan minum tetap bisa melihat lalu Lalang kendaraan. Experience kota besar yang mereka dambakan.
Para pedagang ini cukup didorong untuk terus menjaga kebersihan dan ketertiban. Mereka harusnya diajak membuat kesepakatan tertulis dengan materai bahwa mereka boleh tetap berjualan di Sudirman selama mereka mampu menjaga kebersihan. Dinas terkait bisa membantu menyediakan kantong sampah selama waktu tertentu. Para pedagang juga diminta untuk urunan uang kebersihan untuk diberikan langsung kepada para petugas kebersihan berseragam kuning yang datang setiap malam.
Bila belum mampu memberikan nafkah kepada warga, sebaiknya pemerintah jangan melarang warga mencari nafkah. Merangkul dan saling mendorong-mengingatkan akan menjadi pilihan yang lebih baik.
Mengenai lokasi baru bagi pedagang-penampil eks Pedestrian Sudirman, beberapa tempat bisa menjadi pilihan.
Plaza BKB adalah pilihan yang pertama. Plaza BKB memiliki lapangan yang luas dan menawarkan empat pemandangan sekaligus, Benteng Kuto Besak, Jembatan Ampera, Sungai Musi, dan Patung Belido. Plaza ini bisa menampung banyak orang dan suara musik yang menggelegar hanya akan mengganggu ikan di Sungai. Keberadaan tangsi militer akan mempermudah usaha mengendalikan pedagang/penampil disana.
Pilihan kedua adalah Gudang Buncit. Gudang Buncit memiliki ruang yang cukup untuk menampung banyak orang dengan pemandangan Sungai Musi, Jembatan Ampera, dan Jembatan Musi 6.
Pilihan ketiga dan terakhir adalah di Jalan Masjid Lama, antara Bank Danamon sampai Lorong Basah. Lokasinya di pusat kota dekat dengan jalan utama. Pemindahan kesini juga bisa membantu memperpanjang nafas LBNC.
Apapun pilihannya nanti, bahkan bila dipindahkan ke tempat di luar usulan di atas, semoga pengelola Pedestrian Sudirman versi baru nanti mampu mengendalikan secara penuh setiap pihak yang terlibat, dengan begitu diharapkan Pedestrian Sudirman yang baru nanti lebih tertib dan lebih nyaman untuk dinikmati.
Demikianlah tulisan ini dibuat dengan penuh kasih, dengan harapan dapat bermanfaat bagi segenap umat manusia.