Beberapa bulan yang lalu kami diajak bertemu oleh dua peneliti dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, salah satunya adalah Dr. Jeanne Francoise penulis satu-satunya disertasi tentang Defence Heritage. Mereka mengajak bertemu untuk mengumpulkan pendapat mengenai pengelolaan Benteng Kuto Besak dan mengharap dukungan bagi wacana Defence Heritage.
Secara umum kami mendukung rencana Dr. Jeanne Francoise untuk pengembangan Defence Heritage. Defence Heritage berencana menjadikan sejumlah asset milik Kemenhan yang memiliki nilai sejarah sebagai Cagar Budaya dengan kekhususan sebagai warisan budaya terkait pertahanan negara.
Untuk di Palembang, Benteng Kuto Besak dianggap sesuai untuk dikembangkan sebagai defence heritage dan tim peneliti kemenhan mengumpulkan masukan mengenai bagaimana sebaiknya BKB dikelola di masa depan.
Menurut kami, BKB paling tepat tetap dikelola oleh Kemenhan melalui TNI di Kodam II Sriwijaya. Wacana tukar guling antara Kemenhan dan Pemprov Sumsel atau Pemkot Palembang berada jauh di luar jangkauan.
Biaya untuk melakukan tukar guling akan sangat memberatkan bagi Pemkot Palembang atau Pemprov Sumsel. Jika pun Pemrov atau Pemkot mampu melakukan tukar guling, maka perlu dipikirkan dengan matang bagaimana nanti BKB akan dikelola agar dapat menghasilkan uang untuk mengembalikan anggaran yang terpakai. Tukar guling akan sangat mahal dan akan menjadi beban yang membuat anggaran berdarah-darah dalam waktu yang sangat lama.
Pilihan yang paling masuk akal karena berada dalam jangkauan dan bisa dilakukan dalam waktu dekat adalah dengan membiarkan BKB tetap di tangan TNI tetapi dikelola dengan melibatkan organisasi di luar lingkungan militer, yakni warga sipil.
Dinding sebelah barat BKB masih dalam kondisi yang relatif bagus dan asli sehingga sangat menarik untuk dijadikan objek wisata. Narasi mengenai sejarah panjang BKB bisa disampaikan cukup dengan menjelajahi dinding baratnya saja. Berdasarkan pengamatan di lokasi dan melalui google maps, masih terdapat pelataran di atas kedua bastion di ujung dinding barat BKB. Jika kedua bastion ini dibersihkan maka itu akan bisa menjadi anjungan melihat-lihat yang sangat bagus dan merangkap sebagai lokasi foto yang layak-instagram.
Pengunjung diajak masuk melalui gerbang barat BKB yang dikenal dengan nama Lawang Buratan lalu naik ke atas bastion yang menghadap ke Sungai Musi. Dari sana, mereka bisa melihat-lihat ke arah Sungai Musi dari sudut pandang baru yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya, yakni dari posisi ketinggian Benteng Kuto Besak.
Dari atas Bastion ini pemandu wisata bisa menjelaskan sejarah BKB, sejarah jembatan Ampera, sejarah Kampung Kapitan, kehidupan masa lalu di Sungai Musi, berbagai bangunan masa pendudukan Belanda di sektar BKB, dan sejarah Kesultanan Palembang Darussalam.
Setelah itu, pengunjung bisa berfoto di atas bastion dengan latar belakang Jembatan Ampera, Sungai Musi, plaza BKB, dan Patung Belida. Itu akan memberikan pengalaman yang sempurna bagi turis.
Kegiatan wisata ini bisa dilakukan tanpa perlu melakukan tukar guling asset. TNI sebagai pemilik BKB hanya perlu membuka secara terbatas satu bagian BKB, yakni dinding barat dan daerah sekitar 2 meter ke dalam. Ruang selebar dua meter ini akan disediakan sebagai ruang untuk pengunjung berjalan kaki sepanjang bagian dalam dinding barat sebelum naik ke bastion yang berada di sudut benteng.
TNI tidak perlu merubuhkan banyak bangunan dan tidak perlu mendirikan bangunan baru. Mereka hanya perlu memberikan sedikit ruang bagi pengunjung tanpa membuat pengunjung melanggar peraturan di dalam benteng.
Untuk melaksanakan tur dinding barat BKB ini, TNI bisa menggandeng Himpunan Pramuwisata Indonesia sebagai pelaksana tur dan berbagai komunitas sejarah yang ada di Palembang sebagai pelaku edukasi pelestarian sejarah dan budaya. TNI juga perlu melibatkan TACB dalam usaha melakukan perawatan dan pengembangan dinding barat BKB.
Sebagai pemilik asset, TNI bisa menetapkan nilai yang harus dibayar oleh pengunjung untuk dapat masuk. Dana yang terkumpul akan dipergunakan untuk melakukan usaha perawatan BKB secara keseluruhan, sehingga biaya perawatan BKB tidak akan lagi membebani TNI.
Apakah hanya membuka dinding barat saja sudah cukup untuk menarik turis?, menurut kami sudah sangat cukup. Karena dindingnya masih utuh dan ada gerbang yang masih asli dan bersejarah.
Apakah akan ada banyak turis yang akan mau masuk ke BKB? Saat tidak dibuka saja sudah banyak yang datang ke BKB padahal hanya dapat melihat dari luar, apalagi bila mereka diizinkan masuk walau hanya di dinding sebelah barat, kami yakin akan ramai.
Apakah turis bersedia membayar agar dapat masuk? Untuk pemandangan dari atas BKB ke arah sungai dan jembatan serta pengalaman masuk ke dalam BKB dan berdiri di atasnya, orang-orang akan bersedia membayar. Ada value yang unik yang untuk mendapatkan value itu turis akan rela mengeluarkan uang.
Solusi seperti ini akan membuat semua orang senang. TNI akan mendapatkan sumber pemasukan untuk merawat markas mereka, Pemkot Palembang dan Pemprov Sumsel akan mendapatkan atraksi wisata baru yang bisa mereka banggakan, warga Palembang akhirnya bisa masuk ke dalam BKB, dan turis asing akhirnya bisa mendapatkan spot foto luar biasa saat berkunjung ke Palembang.
Demikianlah masukan yang kami sampaikan kepada para peneliti dari Kementerian Pertahanan RI. Semoga dapat mereka pertimbangkan. Kami bagikan disini agar dapat diketahui secara utuh oleh rekan-rekan sekalian.