Beberapa waktu yang lalu kami mendapatkan sebuah buku berjudu ‘Citra Kota Palembang Dalam Arsip’ yang diterbitkan oleh ANRI. Hanya saja ada beberapa bagian yang kurang tepat dan perlu dibuat lebih akurat.
‘Citra Kota Palembang Dalam Arsip’ (selanjutnya disebut sebagai CKPDA) adalah sebuah buku yang sangat bagus. Buku ini sangat bermanfaat bagi penggemar sejarah Palembang maupun bagi mereka yang hendak melakukan penelitian tentang Palembang. Namun ada beberapa informasi dalam buku ini yang perlu diperbaiki.
Enam masukan berikut ini kami tulis berdasarkan kegemaran kami atas foto lama Palembang. Semoga hal kecil ini bisa membuat buku ‘Citra Kota Palembang Dalam Arsip’ menjadi lebih baik dan mendekati sempurna.
Keliru Tahun Foto Udara
Pada halaman 32 buku CKPDA terdapat sebuah foto udara yang menampilkan kediaman Residen Palembang dan kawasan di sekitarnya. Bangunan itu sekarang dikenal sebagai Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Foto ini diberi keterangan sebagai ‘Foto udara Kota Palembang, 1948.’
Foto itu benar adalah Kota Palembang, tetapi bukan dari tahun 1948. Penanda utamanya adalah keberadaan Sungai Tengkuruk.
Pada saat perang 5 hari 5 malam berkecamuk di Palembang tahun 1947, Sungai Tengkuruk telah diuruk. Pengurukan ini terjadi kemungkian besar sebelum tahun 1925 karena pada tahun itu terdapat sebuah peta lama Kota Palembang yang mencantumkan semua sungai di Palembang yang bermuara ke Sungai Musi seperti Sungai Sekanak, Sungai Rendang, dan Sungak Tawar, hanya Sungai Tengkuruk saja yang tidak ada.
Dengan demikian bila ada foto Kota Palembang yang menampilkan Sungai Tengkuruk di dalamnya maka sudah pasti foto itu berasal dari masa sebelum tahun 1925, sehingga keterangan pada foto tersebut bisa diubah menjadi ‘Foto udara Kota Palembang, sebelum tahun 1925.’
Keliru Lapangan Udara
Foto lain di halaman 74 menunjukkan orang-orang berpakaian resmi di sebuah lapangan berlapis aspal dengan latar belakang sebuah bukit. Terdapat keterangan tertulis berupa ‘Wakil Presiden Mohammad Hatta meninggalkan bandar udara Talang Betutu, Palembang, Sumatera Selatan, 14 Juli 1954.’
Hal yang menarik dengan gambar ini adalah adanya bukit yang memanjang di latar foto tersebut. Sependek pengetahuan kami, tidak ada bukit di sekitar Bandar Udara Talang Betutu yang ukurannya cukup besar sehingga bisa mendominasi latar belakang sebuah foto.
Kemungkinan foto tersebut diambil di bandar udara lain yang pernah dikunjungi oleh Mohammad Hatta selama tahun 1954. Dugaan kami untuk lokasi asli foto tersebut adalah bandar udara di Kota Padang, Sumatera Barat.
Keliru Lokasi Kelenteng
Sebuah foto kelenteng yang diberi keterangan ‘Klenteng orang Cina Palembang, Sumatera Selatan, [1930].’ terdapat pada halaman ke-92 buku CKPDA.
Sepintas kelenteng ini memang mirip dengan kelenteng yang ada di Palembang, tetapi jika dilihat lebih teliti ternyata bukanlah kelenteng yang dimaksud.
Universitas Leiden memiliki foto kelenteng Palembang dalam koleksi mereka yang bisa diakses secara daring. Bangunan dalam foto koleksi Leiden itu bisa dipastikan berada di Palembang karena bentuknya persis sama dengan bangunan yang sekarang bernama Kelenteng Kwan Im atau yang dikenal juga sebagai Kelenteng Chandra Nadi.
Kesamaan itu terlihat diantaranya pada bentuk atap, jumlah atap, dan dua buah bangunan kecil yang ada di kedua sisi kelenteng.
Karena sudah dipastikan keasliannya maka foto koleksi Leiden itu bisa dijadikan bahan pembanding untuk foto-foto lain yang dianggap berasal dari Palembang, termasuk foto kelenteng yang ada di halaman 92 buku CKPDA.
Setelah membandingkan foto dalam buku CKPDA dengan kelenteng Chandra Nadi di Palembang, maka terang sudah kelenteng dalam foto itu bukan lah kelenteng di Palembang. Bentuk kelenteng dalam Foto itu juga tidak sama dengan bentuk kelenteng lain yang ada di Palembang pada masa 1930-an.
Uniknya, foto kelenteng Chandra Nadi atau yang dikenal juga dengan nama kelenteng Kwan Im muncul dalam buku CKPDA pada halaman 111, walaupun terdapat kesalahan tulis dari ‘Kwan Im’ menjadi ‘Kwan Inn’.
Kemungkinannya adalah kelenteng dalam foto di halaman 92 buku CKPDA itu berada di Kota Medan.
Kuto Besak Dikira Gereja
Pada halaman 93 buku CKPDA terdapat sebuah kalimat menarik yang menjadi keterangan sebuah foto. Kalimat itu adalah ‘Salah satu Gereja di Palembang, Sumatera Selatan, [1930].’ Dan diletakkan di bawah foto sebuah pintu gerbang pada sebuah bangunan besar berbentuk kotak.
Sesungguhnya bangunan yang dikira gereja itu adalah bagian penting dari Kuto Besak, sebuah bangunan monumental yang didirikan oleh Kesultanan Palembang.
Gerbang utama Kuto Besak bentuknya mirip seperti Lawang Buratan, yaitu pintu gerbang sebelah barat Kuto Besak, hanya saja gerbang utama ini ukurannya jauh lebih besar. Gerbang ini dilindungi sebuah bangunan persegi empat dengan atap layaknya rumah yang kegunaan mungkin sebagai tempat pasukan Sultan Palembang berjaga-jaga.
Pada awal abad keduapuluh, gerbang utama Kuto Besak ini dihancurkan oleh Belanda. Mereka menjadikan Kuto Besak sebagai markas militer dan membutuhkan pintu masuk yang lebih lebar agar bisa dilalui oleh kendaraan militer mereka. Belanda lalu membangun gerbang yang lebih sederhana dan lebar yang masih bisa dilihat bentuknya sampai hari ini. Gerbang Kuto Besak buatan Belanda ini bisa dilihat pada halaman 139 buku CKPDA.
Dengan penghancuran itu, maka satu-satunya gerbang asli Kuto Besak yang tersisa adalah Lawang Buratan yang berada di sisi sebelah barat Kuto Besak.
Keliru Tahun Pendirian Masjid Agung dan dan Tokoh Pendirinya
Pada halaman 96 buku CKPDA kami membaca keterangan ‘Masjid Agung di Kota Palembang, yang dibangun abad ke-15 oleh Sultan Machmud Badaruddin II, 25 Agustus 1950.’ Keterangan yang sama namun dengan tanggal berbeda muncul lagi di halaman 98, 99, 106, dan 108.
Masjid dalam foto tersebut adalah Masjid Agung Palembang, sayangnya keterangan yang diberikan sangatlah keliru. Keliru karena salah menyebutkan waktu pembangunan dan salah menyebutkan nama tokoh pembangun Masjid.
Masjid Agung Palembang dibangun mulai tahun 1738 dan diresmikan penggunaannya pada tahun 1748. Masjid ini dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang berkuasa di Palembang antara tahun 1724 sampai 1757.
Memperhatikan informasi di atas maka keterangan yang lebih sesuai untuk foto Masjid Agung yang ada dalam buku CKPDA adalah ‘Masjid Agung di Kota Palembang, yang dibangun abad ke-18 oleh Sultan Machmud Badaruddin I.’
Keliru Menentukan Lokasi Kawasan Ekplorasi Minyak
Pada halaman 190 buku CKPDA terdapat foto yang diberi keterangan ‘Kampung eksplorasi minyak di Plaju, Palembang, Sumatera Selatan, [1930]’. Sayangnya foto tersebut bukan di Plaju, bahkan bukan di Palembang.
Foto tersebut menggambarkan sebuah lansekap hutan lebat yang telah dibuka untuk keperluan pertambangan minyak. Terdapat satu bangunan panjang beratap logam di bagian depan dan beberapa bangunan yang serupa di bagian belakangnya. Terdapat pula sebuah kilang kecil dan beberapa menara pengeboran di sekitar bangunan-bangunan tersebut. Dinilai dari letak bangunan dan aliran jalannya, dapat diduga bahwa foto itu diambil di lokasi yang berbukit-bukit dan dikelilingi hutan.
Hal pertama yang harus diketahui tentang Plaju adalah bahwa tempat itu merupakan rawa-rawa yang ditimbun untuk membangun kilang minyak dan perumahan pekerja minyak. Karena merupakan rawa-rawa, bentuk rupa bumi alami daerah Plaju adalah sebuah lahan datar yang ditumbuhi hutan dan semak dataran rendah.
Hal kedua yang perlu diketahui tentang Plaju adalah bahwa sejak pertama kali dikembangkan oleh Belanda Plaju hanyalah berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan pengolahan minyak, bukan daerah eksplorasi yang memiliki menara bor untuk mencari minyak.
Dengan informasi di atas, maka foto pada halaman 190 itu bukanlah foto tempat bernama Plaju. Plaju adalah sebuah daerah datar di tepi Sungai Musi yang dipenuhi oleh kilang minyak dengan perumahan pegawai perusahaan minyak di sekitarnya.
Kampung eksplorasi minyak yang dimaksud oleh foto di halaman 190 buku CKPDA itu kemungkinan besar adalah foto sebuah titik pengeboran minyak di Muara Enim yang sekarang dikenal dengan nama ‘Kampung Minyak’.
Itulah enam informasi yang bisa kami sumbangkan untuk perbaikan isi buku Citra Kota Palembang Dalam Arsip terbitan ANRI. Kami mendorong teman-teman lain dengan keahliannya masing-masing untuk ikut berkontribusi kepada perbaikan isi buku penting ini. Semoga buku yang kaya informasi ini akan menjadi lebih baik dalam terbitan selanjutnya.