Raja-raja Melayu bermula di Palembang, bahasa Melayu bermula pula di Palembang, tapi orang Palembang sendiri kurang tahu bahwa diri mereka Melayu, bahkan tampak malu mengaku bahwa dirinya Melayu.
Bahasa Melayu mula-mula diketahui keberadaannya ketika tiga prasasti dari abad ke-7 ditemukan di Palembang, yakni prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo, dan prasasti Telaga Batu. Ketiganya dipahat menggunakan aksara pallawa dari India dengan bahasa yang disebut bahasa Melayu. Sejumlah kata dari ketiga prasasti itu masih dapat dikenali sebagai kata yang dipergunakan hari ini di lingkungan yang berbahasa Melayu, seperti ‘marwuat’, ‘datan[g]’, ‘niyur’, ‘pinam’, ‘hanau’, dan ‘wuluh’ yang dalam dunia melayu modern setara dengan ‘membuat’, ‘datang’, ‘nyiur’, ‘pinang’, ‘enau’, dan ‘buluh’.
Ketiga prasasti ini adalah bukti tertua di dunia tentang keberadaan bahasa Melayu dan ketiga-tiganya ditemukan di Palembang.
Menurut kitab sastra Sulalatus Salatin, tiga raja pertama dalam dunia melayu turun di Bukit Siguntang. Palembang. Bermula di Palembang, ketiganya lalu menjadi raja di dunia Melayu. Nila Pahlawan yang sulung menjadi raja di Minangkabau, Krisna Pandita menjadi raja di Tanjung Pura, dan Nila Utama yang bungsu menjadi raja di Singapura. Dengan demikian, tiga wilayah penting dalam dunia melayu klasik telah menyatakan bahwa diri mereka bertaut dengan Palembang.
Penjelajah dari Portugal Tome Pires menambahkan cerita lain yang memperkuat posisi Palembang dalam dunia melayu. Cerita itu adalah bahwa Malaka, salah satu kerajaan terpenting di dunia pada masa dia bertualang, didirikan oleh tokoh bernama Parameswara, seorang pangeran dari Palembang.
Demikianlah, bahasa dan legenda Melayu telah menjadikan Palembang sebagai tempat asal mula mereka ada. Suasana Melayu kental di Minang, Riau, dan Semenanjung, tapi apakah suasana yang sama dapat dirasakan pula di Palembang? tidak.
Jika hari ini orang Jakarta dibawa berkeliling Palembang, dia tidak akan tahu bahwa Palembang adalah kota yang berbudaya melayu. Tidak ada irama khas melayu yang dapat dia dengar dan tidak ada pakaian atau aksesoris khas melayu yang dapat dia lihat dengan mudah di jalanan, kantor, dan hotel di Palembang. Karena itu diperlukan usaha-usaha untuk membangun aura Melayu agar Palembang memiliki ciri khas yang sesuai dengan identitasnya sebagai kota asal sejarah dan budaya melayu.
Usaha-usaha membangun aura Melayu itu harus dimulai oleh pemerintah Palembang dan dibagi menjadi dua, yaitu membangun kulit dan membangun isi.
Mewajibkan memutar lagu-lagu Melayu Palembang-Sumsel adalah salah satu cara membangun kulit. Pemerintah membuat kebijakan agar musik khas Melayu wajib diiputar di dalam semua angkutan pariwisata, angkutan umum milik BUMN-BUMD, bandara, stasiun kereta, hotel, restoran, sekolah, kampus, kantor BUMN-BUMD, dan kantor pemerintahan. Peraturan ini adalah cara yang paling cepat dan mudah untuk membangun suasana Melayu dan juga dapat membantu menumbuhkan industri musik lokal Palembang. Dengan ramainya permintaan atas musik melayu maka akan bertambah banyak pula pelaku musik melayu yang muncul di Palembang.
Pemerintah juga sebaiknya membuat kebijakan agar ada satu hari dalam seminggu dimana semua orang yang bekerja di dalam kantor-kantor pemerintah harus sehari penuh bekerja dengan memakai pakaian khas Melayu Palembang, lengkap dengan aksesorisnya. Kebijakan ini juga dapat diperluas sampai ke setiap sekolah negeri dan swasta yang ada di Palembang. Semua acara pemerintahan juga sebaiknya mewajibkan pesertanya memakai pakaian khas Melayu Palembang atau pakaian yang memiliki nuansa yang sesuai, misalnya kemeja dengan bahan kain tajung. Kebijakan ini akan membantu perkembangan UMKM lokal Palembang yang terkait dengan fesyen.
Hotel bintang empat wajib menampilkan tarian khas Melayu Palembang secara regular di lobi mereka. Penampilan tari ini dilakukan sore hari pada setiap akhir pekan yakni Jumat, Sabtu, dan Minggu atau minimal 1 hari dalam 1 minggu. Sebagai pilihan selain tarian maka bisa juga ditampilkan grup musik melayu. Kebijakan ini akan membantu perkembangan sanggar seni di Palembang dan menaikkan mutu penampil budaya melayu karena seiring seringnya tampil maka makin tinggi pula jam terbang mereka.
Kebijkan lain yang juga bisa dilakukan pemerintah adalah mewajibkan adanya pertunjukkan budaya Melayu dalam kegiatan-kegiatan pemerintah. Penampilan budaya Melayu ini bukan hanya saat pembukaan acara tetapi juga pada saat acara berlangsung, misalnya menampilkan dul muluk pada saat jeda makan siang dan menampilkan grup musik Melayu pada jeda minum kopi.
Sembari membangun kulit, diperkuat pula isinya.
Untuk membangun isi budaya Melayu, pemerintah Palembang dapat membuat kebijakan agar budaya Melayu masuk ke dalam kurikulum muatan lokal di setiap sekolah negeri dan swasta, dari SD sampai SMA. Setiap sekolah dan kampus juga wajib memiliki UKM kebudayaan Melayu. Kebijakan ini akan membuat budaya Melayu tertanam sejak dini dalam diri orang Palembang dan menjadi matang ketika mereka beranjak dewasa.
Pemerintah juga bisa membuat kebijakan yang mewajibkan setiap perusahaan swasta berskala nasional yang berkantor di Palembang untuk mengasuh satu sanggar budaya Melayu, baik itu sanggar tari, musik, maupun teater. Adanya bapak asuh seperti ini akan membuat sanggar budaya Melayu lebih bersemangat untuk berkegiatan.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bisa pula mengambil kebijakan untuk mendirikan perguruan tinggi yang khusus dalam pembentukan seniman budaya Melayu. Lulusan kampus ini akan menjadi ujung tombak dalam pelestarian budaya melayu Palembang dalam berbagai profesi yang kelak mereka jalani, misalnya sebagai pelaku langsung seni budaya atau sebagai guru seni budaya dalam kurikulum muatan lokal.
Kebijakan-kebijakan ini akan memiliki efek ganda yang berlipat-lipat. Sesuatu yang awalnya adalah tindakan budaya akan berakhir sebagai tindakan ekonomi. Industri pakaian dan musik lokal Palembang akan menjadi yang pertama terdampak, lalu industri kuliner, souvenir, hotel, dan wahana bermain akan menjadi yang selanjutnya merasakan manfaat ketika makin banyak turis yang dating ke Palembang untuk melihat bagaimana rupa dan suasana kehidupan di hulu Melayu.
Geliat ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan kebudayaan ini pada akhirnya akan berdampak pula secara positif kepada PAD kota Palembang.
Tulisan ini dibuat sebagai pelengkap atas masukan yang pernah kami sampaikan saat menjadi narasumber pada Festival Budaya Melayu Sumsel tanggal 24 Oktober 2022 lalu. Secara umum, tulisan ini juga adalah bagian dari banyaknya masukan lain dari masyarakat Palembang kepada Pemerintah Kota Palembang terkait masalah kebudayaan.
Semoga Palembang nanti akan semakin percaya diri dengan identitas dirinya sebagai Hulu Melayu sehingga mampu menjadi pengayom yang dewasa dan bijak bagi daerah Melayu lain, baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri.