Sekanak dan Lambidaro adalah dua sungai yang berbeda nama dan berbeda lokasi. Keliru menuliskan nama sungai akan menghapus satu bagian identitas dan sejarah Palembang.
Beberapa waktu yang terjadi kemalangan di Palembang dimana seorang warga tenggelam di sungai dalam kawasan rumah susun. Esok harinya turun artikel di harian cetak lokal yang memberitakan musibah tersebut. Dalam artikel itu dikabarkan bahwa seorang warga Palembang telah tenggelam di sungai Sekanak Lambidaro. Berita itu benar perihal adanya warga yang tenggelam tetapi keliru dalam menyebut nama lokasi kejadian.
Lokasi kejadian adalah di Sungai Sekanak, hanya itu saja namanya, bukan Sekanak Lambidaro.
sejak pertama kali peta Palembang dibuat oleh Belanda tidak ada satu pun sungai yang dicatat dengan nama Sekanak Lambidaro, sehingga menyebut satu sungai tertentu dengan nama ‘Sekanak lambidaro’ adalah sebuah kesalahan.
Sungai yang ada di Palembang itu adalah Sungai Sekanak dan Sungai Lambidaro, dua buah anak Sungai Musi yang berada di sisi sebelah ilir Kota Palembang. Kedua sungai ini berada di dua tempat yang berbeda dengan lokasi berjauhan sehingga nyata perbedaannya.
Sungai Sekanak adalah sungai yang lebih popular. Dia berada di sebelah barat Kantor Walikota Palembang. Pada muaranya terdapat pasar besar dan markas TNI. Hulunya berada jauh di sebelah barat laut, dari sana ia mengalir melalui jalan Soekarno-Hatta, jalan Demang Lebar Daun, kampus Unsri, kantor DPRD Provinsi , dan komplek pertokoan Ilir Barat Permai.
Sedangkan Sungai Lambidaro berada di pinggiran Palembang. Hulunya ada di dekat Tanjung Barangan dan dari sana airnya mengalir ke arah selatan melewati kawasan Tanjung Rawo dan perumahan Poligon sebelum akhirnya bertemu dengan Sungai Musi di daerah Gandus.
Dengan demikian jelas sudah bahwa Sekanak dan Lambidaro adalah dua sungai yang berbeda, keduanya terpisah jarak sejauh 5 kilometer.
Kekeliruan terjadi ketika seorang penulis berita yang tidak berhati-hati gagal mengetahui perbedaan antara nama sungai dan nama proyek.
‘Sekanak Lambidaro’ bukanlah nama sungai melainkan nama sebuah proyek revitalisasi yang dikerjakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII. Proyek revitalisasi ini dikerjakan pada dua sungai yang berbeda dan lalu nama kedua sungai itu disandingkan bersama untuk menjadi nama proyek tersebut.
Berdasarkan informasi ini maka penggunaan ‘Sekanak Lambidaro’ hanya bisa dilakukan ketika hendak merujuk kepada nama proyek revitalisasi sungai yang sedang berlangsung, sedangkan nama ‘Sekanak’ dan ‘Lambidaro’ tetap berdiri masing-masing dan dipergunakan untuk merujuk kepada sungai atau nama lokasi.
Kembali kepada berita mengenai musibah tenggelamnya warga Palembang yang kami singgung di awal tulisan, maka penulisan yang benar untuk lokasi kejadiannya adalah di Sungai Sekanak, sesuai dengan nama sungai dimana korban tenggelam. Kata ‘Sekanak Lambidaro’ hanya bisa dipergunakan dalam artikel itu jika penulisnya hendak memberi tahu bahwa peristiwa itu terjadi dalam area pengerjaan proyek.
Sekanak dan Lambidaro punya kisahnya masing-masing, mengaburkan batas antara keduanya akan menimbulkan kebingungan dan kesalahan pemahaman bagi masyarakat Palembang peminat sejarah dan budaya dari generasi yang akan datang.
Akhir kata, Sungai Sekanak sudah bertahun-tahun ada dengan nama ‘Sekanak’, jangan sampai namanya berubah hanya karena ada orang yang tidak hati-hati dalam menulis berita.
Semoga yang menulis berita, membaca artikel ini dan tim redaksi lainnya lebih banyak riset sebelum menaikkan berita.