Warga Palembang sudah pernah mendengar alasan bahwa untuk memuaskan mata turis maka bangunan tua harus diganti dengan bangunan baru yang modern dan cantik. Sayangnya mereka tertipu, bangunan tua sudah hilang tetapi bangunan baru juga tidak didapat. Jackpot, warga rugi dua kali dalam satu kali permainan. Jangan sampai hal itu terulang lagi di Palembang.
Menurut Ali bin Abi Tholib, hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama dua kali. Thus, Manusia tentu saja harus bisa lebih baik daripada keledai.
Pariwisata bisa dijalankan tanpa perlu merusak bangunan tua yang sudah ada sejak lama. Kota tua Jakarta dan Semarang adalah contoh yang baik untuk dipelajari. Setelah direvitalisasi keduanya kini menjadi destinasi wisata yang popular di masing-masing kota.
Kota tua Jakarta selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal, nasional, dan mancanegara. Café Batavia yang berada di sisi utara Taman Fatahillah dipenuhi oleh turis asing dan nusantara. Sedangkan lapangannya sendiri ramai oleh turis lain yang sibuk berfoto dengan latar gedung Museum Sejarah Jakarta. Hal yang tak jauh berbeda terjadi di Kota Tua Semarang, bahkan salah satu bangunannya menjelma menjadi tempat berkumpul yang terkenal di Semarang, yaitu Spiegel.
Jika kota tua Jakarta dan Semarang adalah hasil kerja pemerintah setempat maka Mbloc dan Postbloc adalah hasil kerja warga yang memanfaatkan aset milik perusahaan negara. Mbloc dan Postbloc berhasil menyediakan tempat nongkrong kekinian di area gedung dan pergudangan tua di pusat kota Jakarta.
Mbloc dan Postbloc suskes menyulap bangunan yang terbengkalai menjadi tempat yang indah secara visual sehingga menarik anak muda untuk berkumpul disana. Keduanya pun kini menjadi destinasi wisata yang diincar untuk didatangi oleh anak muda dari luar kota Jakarta.
Keempat tempat ini bisa menjadi bahan perbandingan bagi pemerintah Kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan untuk mengelola kawasan kota tua mereka. Secara Bersama-sama mereka harus mencari tahu bagaimana keempat tempat tersebut bisa menjadi destinasi wisata yang popular tanpa perlu memasang lift dan merubuhkan bangunan tua. Pemerintah harus tahu apa resep rahasianya.
Sementara pemerintah kota Palembang dan provinsi Sumsel mencari tahu hal itu, maka kami punya pendapat sendiri atas apa yang terjadi di keempat tempat itu.
Hal yang dibutuhkan oleh kota tua adalah sebuah bingkai baru agar mereka tetap relevan di dunia modern tanpa kehilangan identitasnya sebagai relik dari masa lalu. Dengan begitu, Kota Tua tetap bisa hadir di masa modern tanpa perlu menjadi pengganggu yang merusak pemandangan dan teronggok menganggur tidak mendatangkan uang.
Untuk mendapatkan bingkai baru ini maka diperlukan campur tangan anak muda kreatif. Mereka bisa memberi bayangan mengenai pemanfaatan modern atas bangunan tua ini tanpa perlu merusaknya. Mereka yang berkegiatan dalam bidang fotografi, desain interior, arsitektur, videografi, branding, dan desain produk harus diajak urun rembuk untuk menghadirkan bingkai baru tersebut.
Mereka lalu dipertemukan dengan Tim Ahli Cagar Budaya, Sejarawan, dan Penggiat Sejarah yang akan memberikan pedoman rambu-rambu dan narasi yang dibutuhkan dalam usaha memberikan bingkai baru tersebut.
Melestarikan bangunan tua dalam bentuknya yang asli ternyata bisa menghasilkan uang bagi PAD melalui geliat industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang berlangsung disana. Karena itu sudah waktunya insan kreatif dan insan sejarah-budaya dilibatkan dalam pembangunan Palembang, bukan hanya sebagai tim hore pemandu sorak, tetapi sebagai tim inti yang ikut merencanakan dan mengawasi pelaksanaan pembangunan tersebut.
Beberapa orang membajak kata ‘pariwisata’ untuk memuluskan niat mereka untuk merusak kota tua Palembang. Ini membuat citra industri pariwisata menjadi buruk di mata masyarakat, pariwisata dianggap tidak berbeda dari jenis industri lain, sama-sama merusak.
Sesungguhnya, bila dilakukan dengan benar, Pariwisata adalah industri yang ramah pada kota tua, tradisi budaya, dan alam sekitar. Jakarta dan Semarang bisa, begitu pula kota-kota di Eropa, Palembang pasti bisa juga.
Semoga saja diskusi bersama antar elemen seni dan budaya, anak muda serta orang tua, bisa terlaksana di kota ini. Sehingga Palembang menjadi kota tua berikutnya yang menjadi kunjungan wisata.