Skip to content
Menu
Kisah Kecil dari Palembang
  • Masa Lalu
  • Masa Kini
  • Gagasan
Kisah Kecil dari Palembang
Lawang Buratan adalah gerbang sebelah barat pada Kuto Besak, Palembang.

Pelestarian Budaya Mencegah Munculnya Generasi Minder yang Latah Membebek

Posted on 23/11/2022

Beberapa hari yang lalu ada teman yang bertanya “jika memang Sriwijaya ada di Palembang kenapa tidak ada bukti-buktinya yang bisa dilihat?” tukisan ini dibuat untuk mencoba menjawab pertanyaan itu.

Banyak orang Palembang yang mengaku bahwa Kadatuan Sriwijaya berdiri di kota mereka, namun klaim itu bisa dipertanyakan karena tidak adanya bangunan dari masa Sriwijaya yang bisa dilihat di Palembang hari ini. Hilangnya bukti fisik Kadatuan Sriwijaya itu ada penyebabnya dan celakanya penyebab itu masih berlangsung sampai hari ini.

Palembang tidak pernah berpindah tempat sejak pertama berdiri 14 abad yang lalu, letaknya selalu di tempat yang sama selama berabad-abad. Ini berbeda dengan kawasan percandian Muara Jambi. Muara Jambi pernah ramai ditinggali oleh orang. Mereka membangun berbagai candi disana. Namun dalam satu masa, tanpa diketahui  alasanya pastinya, para penghuni pergi meninggalkan Muaro Jambi, membuat berbagai candi ini terbengkalai tidak terpakai dan akhirnya kembali dikuasai oleh alam. Namun itu menjadi berkah yang tersembunyi bagi masyarakat jambi di masa kini

Berkah tersembunyi  itu akhirnya terungkap di masa sekarang. Setelah berabad-abad tertimbun tanah dibawah lebatnya tetumbuhan, reruntuhan percandian di Muaro Jambi akhirnya ditemukan dan direhabilitasi. Percandian Muaro Jambi bisa selamat karena ditinggalkan penghuninya sehingga tida ada warga yang iseng ingin merusak. Hal yang berbeda terjadi di Palembang.

Meskipun menyandang predikat sebagai kota tertua di Indonesia yang terus menerus dihuni sejak awal berdiri tetapi Palembang tidak tampak seperti kota tua. Palembang tidak memiliki bangunan dari masa Sriwijaya yang bisa dilihat, tidak ada pula dari masa paska Sriwijaya, hanya ada beberapa bangunan dari masa Kesultanan Palembang yang kondisinya juga tidak terlalu baik.

Kenapa itu terjadi?

Karena Palembang tidak pernah ditinggal pergi penduduknya.

Palembang selalu dihuni orang dan pada suatu titik di masa lalu setelah Sriwijaya bubar, ada orang-orang yang menghancurkan bangunan dari masa Sriwijaya untuk mendirikan bangunan baru yang sesuai dengan masa mereka hidup. Mereka mungkin berfikir bahwa Sriwijaya sudah lama tidak ada dan bangunannya tidak cocok lagi untuk masa mereka. Selera dan lebutuhan telah berubah maka bangunan harus disesuaikan, maka jadilah bangunan-bangunan dari era Sriwijaya dirubuhkan diganti dengan bangunan-bangunan baru yang dianggap lebih coocok dengan jamannya.

Sayangnya, pola seperti ini bukan hanya sekali terjadi dalam sejarah, melainkan terus berulang berkali-kali. Satu generasi datang lalu merusak bangunan dari generasi sebelumnya sehingga tidak bisa dilihat oleh generasi selanjutnya.

Tahun 1000 masehi Sriwijaya mencapai keagungannya di Palembang, berkelang 1000 tahun kemudian di tahun 2000 masehi tidak ada orang Palembang yang bisa melihat sisa kejayaan Sriwijaya. Hal yang sama akan terjadi pada Kesultanan Palembang. Kesultanan berjaya di tahun 1700 masehi, tetapi 1000 tahun dari sekarang, warga Palembang di tahun 2700 masehi tidak akan bisa melihat sisa kejayaan kesultanan karena apa yang tersisa telah jadi tangsi dan rumah sakit militer.

Cara berfikir yang mengorbankan keuntungan besar dalam jangka panjang demi keuntungan kecil dalam jangka pendek inilah yang merusak Palembang. Demi hidup mereka di masa sekarang orang-orang ini bersedia mengorbankan identitas yang bisa dibanggakan dan dimanfaatkan oleh anak cucu mereka di masa depan.

Pembangunan yang merusak ini harus dihentikan agar orang di masa depan tidak mengalami masalah seperti yang kita hadapi saat ini, yaitu ketiadaan bukti untuk klaim kegemilangan leluhur di masa lalu. Bukti ini bukan sekadar untuk gagah-gagahan tetapi untuk membangun karakter agar tidak minder.

Ketika anak muda gagal mengenali masa lalunya, akan muncul generasi yang minder pada dirinya sendiri. Mereka akan tumbuh sebagai peniru yang latah membebek kepada budaya lain.

Melestarikan bangunan tua adalah bagian dari usaha untuk membangun karakter suatu bangsa. Manfaatnya menjalar kemana-mana dan tidak bisa diukur dengan angka.

 

3 thoughts on “Pelestarian Budaya Mencegah Munculnya Generasi Minder yang Latah Membebek”

  1. Mersenforlando says:
    24/11/2022 at 18:23

    Jadi, Sriwijaya di Palembang itu bener atau gak?

    Reply
    1. admin says:
      25/11/2022 at 06:26

      Berdiri dan berjaya di Palembang, lalu pindah ke Jambi sampai akhir hayatnya.

      Reply
  2. Angger Nugroho says:
    25/11/2022 at 21:54

    Tetap menjadi misteri, ketika susunan ‘bata’ kedatuan tak terlihat mata..

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Mengenai Robby Sunata
November 2022
M T W T F S S
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
282930  
« Aug   May »
  • April 2025
  • March 2025
  • February 2025
  • January 2025
  • October 2024
  • August 2024
  • July 2024
  • June 2024
  • May 2023
  • November 2022
  • August 2022
  • May 2022
  • March 2022
  • February 2022
  • January 2022
  • December 2021
  • August 2021
  • July 2021
  • February 2021
  • January 2021
  • December 2020
  • November 2020
  • July 2020
  • June 2020
  • May 2020
  • April 2020
  • March 2020
  • February 2020
  • May 2017
  • March 2017
  • January 2017
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • May 2016
  • March 2016
  • January 2016
  • November 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • January 2014
  • May 2010
©2025 Kisah Kecil dari Palembang | WordPress Theme by Superbthemes.com