Alfred Russel Wallace adalah tokoh teori evolusi yang pernah datang ke daerah Rambang di Sumatera Selatan di pertengahan abad ke19 lalu. Dia menggambarkan Rambang sebagai kampung yang indah.
Rambang adalah nama sebuah daerah yang terletak sekitar 100 kilometer di sebelah barat Kota Palembang. Sekarang daerah ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Kota Prabumulih dan Kabupaten Muara Enim. Nama daerah ini diambil dari nama sungai yang mengalir di daerah tersebut, yakni Sungai Rambang, sebuah sungai kecil yang bermuara ke Sungai Ogan.
Selain kisah rakyat yang diceritakan secara turun menurun, jarang sekali ditemukan sumber sejarah lain yang bercerita tentang daerah Rambang. Karena itu kisah perjalanan Wallace ke Rambang akan membantu memberi petunjuk mengenai bagaimana kehidupan warga Rambang 162 tahun yang lalu.
Alfred Russel Wallace tiba di Palembang pada 8 November 1861 dalam rangka mengumpulkan contoh flora dan fauna dari wilayah Asia Tenggara. Setelah mencoba selama beberapa hari, Wallace tidak berhasil mendapatkan apa yang dia cari di Palembang. Hal ini terjadi karena kota yang berada di tepian Sungai Musi ini sedang berada di musim hujan, membuat semua lahan menjadi basah dan berair.
Karena itu warga setempat menyarankan agar dia pergi lebih jauh ke arah hulu untuk mendapatan lahan yang lebih kering untuk dijelajahi dan dipenuhi lebih banyak serangga. Daerah yang disrankan untuk dia datangi adalah daerah Rambang.
Wallace menempuh jalan darat yang terdiri dari beberapa bagian. Masing-masing bagian ditempuh selama satu hari perjalanan dan di ujung setiap bagian ini terdapat tempat peristirahatan yang disebut ‘stasiun’. Setelah tiga hari perjalanan, Wallace akhirnya tiba di Muara Dua, kampung pertama yang dia temui di wilayah Rambang.
Stasiun di Muara Dua berada di dekat perkampungan. Pada bagian belakang stasiun terdapat hutan lebat yang bagus dan di depannya ada sebuah sungai kecil yang dalam, sungai yang cocok untuk mandi. Sungai yang dimaksud Wallace ini mungkin adalah Sungai Kelekar, sebuah sungai kecil yang bermuara ke Sungai Ogan. Sungai ini masih mengalir sampai hari ini dan berada di sisi sebelah selatan Taman Kota Prabumulih.
Wallace tinggal di Muara Dua selama 2 minggu. Setelah itu dia melanjutkan perjalanannya ke Lubuk Raman.
Berbeda dengan stasiun di Muara Dua, stasiun di Lubuk Raman berada jauh dari perkampungan penduduk, sekitar 1,6 kilometer dari kampung terdekat dan berada di dalam hutan. Hal ini membuat Wallace senang karena dia bisa dengan leluasa melakukan penelitian tanpa dikerumuni oleh warga kampung atau dikuntit kemana-mana oleh anak-anak.
Wallace tinggal di Lubuk Raman selama satu bulan. Disini dia mendapatkan sejumlah contoh kupu-kupu dan serangga yang langka, unik, dan cantik. Dia juga mendapatkan kesempatan untuk mengamati perilaku kawanan monyet dan siamang. Satu hari sebelum kembali ke Palembang, Wallace mendapatkan pula contoh Burung Rangkong. Setelah merasa cukup dengan contoh yang dia kumpulkan, Wallace meninggalkan daerah Rambang dan pulang ke Palembang.
Selama sekitar 2 bulan bekerja di dalam wilayah Rambang, Wallace mendapatkan kesan positif yang amat kuat. Menurut Wallace, perkampungan di daerah Rambang sangatlah indah.
Perkampungan ini dikelilingi oleh pagar yang tinggi dan di dalamnya dengan padat berdiri rumah-rumah dalam posisi yang tidak beraturan. Diantara rumah-rumah ini tumbuh banyak pohon kelapa yang tinggi sekali. Rumah-rumah ini sendiri didirikan di atas tonggak kayu sekitar 1,8 meter dari atas permukaan tanah dan sebagian terbuat dari kayu sementara sebagian lainnya dari bambu.
Panorama kampung di Rambang seperti inilah yang dipuji oleh Wallace sebagai sebuah pemandangan yang indah.
Selain memuji pemandangan di Rambang, Wallace juga mengamati makanan yang disantap oleh orang Rambang. Menurutnya makanan sehari-hari orang Rambang sangatlah sederhana, tetapi itu bukan tanda kemiskinan melainkan sebuah kebiasaan.
Orang Rambang tidak bisa dibilang miskin. Wallace menyaksikan bahwa perempuan di Rambang gemar memakai gelang perak, mulai dari pergelangan tangan sampai ke siku. Mereka juga suka memakai kalung dari untaian koin perak dan anting dari koin perak. Dengan begitu Wallace hendak menyampaikan bahwa pola makan orang rambang tidak berkaitan dengan kondisi ekonomi mereka.
Lalu sesederhana apa makanan orang rrambang di mata Wallace?. Dia menggambarkan bahwa makanan pokok warga Rambang adalah nasi yang dimakan bersama taburan garam dan beberapa buah cabe merah. Hanya seperti ini saja makanan sehari-hari warga Rambang selama Wallace berada disana sekitar dua bulan.
Bukan hanya makanan yang sanbat sederhana, buah-buahan yang tersedia pun sangat sedikit, hanya ada pisang dalam jumlah terbatas dan menurut Wallace rasanya sangat buruk. Makanan lain yang tersedia saat itu adalah beberapa jenis umbi yang tidak dikenal oleh Wallace. Penyebab masalah kelangkaan buah-buahan ini mungkin karena Wallace datang ke Rambang pada musim hujan, musim ketika lebah dan hewan lain lebih sulit untuk beraktifitas dan membantu terjadinya penyerbukan.
Inilah gambaran mengenai Rambang dan penduduknya oleh Alfred Russel Wallace, seorang tokoh terkemuka dunia di bidang biologi. Dua tempat yang dikunjungi oleh Wallace masih ada sampai hari ini. Muara Dua sekarang masuk ke wilayah Kota Prabumulih, sedangkan Lubuk Raman yang berada di sebelah barat Muara Dua sekarang masuk ke wilayah Kabupaten Muara Enim.
Kisah yang disampaikan Wallace membantu kita untuk mengetahui dan memahami masa lalu daerah Rambang. Semoga tulisan ini membawa manfaat terutama bagi teman-teman di Muara Dua dan Lubuk Raman.
Isi dari tulisan ini disarikan dari buku kisah perjalanan Wallace ke dunia Melayu. Selain ke Rambang, selama di Palembang dia juga sempat berkunjung ke Bukit Seguntang yang ceritanya ada disini dan ke Talang Lorok yang kisahnya bisa dibaca disini.