Satu hal yang sering muncul ketika bicara soal industri kopi di Sumatera Selatan adalah banyaknya hasil panen kopi dari wilayah Sumatera Selatan yang dijual ke Lampung dan dipasarkan secara nasional dan internasional sebagai kopi Lampung.
Hal ini dipandang sangat merugikan dunia kopi Sumatera Selatan dan menjadi alasan lambatnya kopi dari Sumatera Selatan untuk menjadi terkenal.
Alasan dibalik kenapa banyak kopi dari Provinsi Sumatera Selatan yang dijual ke Lampung sudah pernah diajukan, salah satunya yang paling menarik adalah karena pembangunan jalur kereta api dari Palembang ke Lampung dan pengembangan Pelabuhan di Lampung. Pembangunan dua hal itu telah membuat perubahan pada kebiasaan berdagang para petani kopi di daerah hulu Palembang yang sekarang memandang Lampung lebih dekat untuk dijangkau. Alasan ini diajukan oleh ibu Aryandini Novita dari BRIN. Jalur kereta api di Sumatera Selatan sendiri mulai dibangun pada tahun 1914.
Alasan lain berusaha menjelaskan bahwa perubahan tempat menjual kopi ini semata-mata karena petani kopi melihat Lampung menawarkan harga yang lebih baik daripada harga yang ditawarkan oleh Palembang.
Kedua alasan di atas mungkin sekali terjadi dan saling memperkuat untuk memicu perubahan pola berdagang para petani kopi di daerah hulu Palembang.
Hal lain yang terjadi pada masa itu dan mungkin ikut mempengaruhi perilaku berdagang petani kopi adalah kecurangan perdagangan kopi yang terjadi di Palembang.
Koran lokal Palembang Han Po pernah mengabarkan bahwa pada bulan November 1928 para pedagang besar dalam industri kopi Palembang berkumpul di salah satu kantor eksportir di Palembang. Dalam rapat itu mereka membahas mengenai perilaku buruk para pedagang kopi yang mencurangi timbangan sehingga merugikan pedagang besar yang melakukan ekspor kopi dari Palembang. Para pedagang ini mencampur kopi dengan air, pasir, tanah, dan lain-lain barang dengan tujuan memperberat timbangan saat bertransaksi dengan eksportir.
Para eksportir lalu membawa masalah ini ke pemerintah pusat di Batavia.
Menanggapi kecurangan itu, Pemerintah Keresidenan Palembang mengeluarkan peraturan pada bulan Januari 1929. Peraturan pemerintah Provinsi Palembang ini berisi ancaman hukuman penjara tiga bulan bagi para pelaku kecurangan dalam perdagangan kopi dan kopi yang dimiliki oleh para pesakitan ini akan disita oleh pemerintah. Hukuman ini terhitung keras untuk ukuran masa itu.
Berdasarkan tanggapan pemerintah Hindia Belanda atas masalah ini kita bisa menarik asumsi bahwa perilaku curang dalam perdagangan kopi terjadi dalam skala yang besar di Palembang sehingga merugikan para eksportir dan Residen Palembang. Tapi sayangnya kerusakan telah terjadi dan tidak bisa dengan mudah diperbaiki.
Para eksportir yang hendak menghindar dari kecurangan di Palembang sepertinya telah mulai berpindah ke kota lain yang juga bisa menyediakan kopi, dan pilihan itu jatuh kepada Lampung. Dan saat melihat para eksportir berpindah ke Lampung, maka para petani kopi di daerah uluan ikut membawa kopi mereka berpindah ke Lampung. Adalah sebuah perilaku ekonomi yang wajar bila pemilik barang dagangan berusaha memenuhi kebutuhan permintaan yang lebih menguntungkan bagi mereka.
Para pedagang di Palembang akhirnya mengalami penurunan suplai kopi dari daerah ulu karena petani disana lebih memilih untuk memasarkan kopi mereka di Lampung, tempat dimana eksportir kopi kini berbisnis. Perpindahan ini dipermudah oleh tersedianya jalur kereta api dan jalan darat antara daerah mereka dan pelabuhan laut di Lampung.
Perpindahan besar-besaran aliran suplai kopi uluan dari Palembang ke Lampung rupanya berdampak permanen. 1 abad kemudian orang di Palembang masih melihat bahwa kopi dari daerah hulu mereka lebih banyak diperdagangkan di Lampung daripada di Palembang sendiri.
Hikmah yang bisa diambil dari kejadian ini adalah semoga orang Palembang di masa sekarang bisa lebih bijak dalam bertindak agar orang Palembang serratus tahun dari sekarang tidak perlu dibebani kesalahan yang kita perbuat hari ini.
Semoga industri kopi Palembang makin berkembang dari hulu sampai hil
Kalau benar cerita diatas, seyogyanya Para Pedagang Besar, Eksportir berbenah diri, dan bersatu membina Petani, sehingga mendapat kopi yg berkualitas sesuai harapan buyer dan semua mendapatkan keuntungan dari Bisnis Kopi,
kisahnya diambil dari berita di koran lokal palembang masa itu dan tujuan tulisan ini agar pelaku industri kopi sumsel hari ini bisa introspeksi diri dan tidak mengulangi kesalahan di masa lalu, seperti harapan pada kalimat bapak ini. semoga bisa tercapai ya, aamiin.
Mari Bersatu mengangkat Kopi Sumsel menjadi Primadona Produk di Sumsel untuk kesejahteraan kita semua
aamiin.
Majukan kopi Sumsel
aamiin.