Konon kabarnya di masa lalu hiduplah Putri Dayang Merindu yang amat cantik dan menawan, sehingga dia menjadi rebutan banyak orang di kota Palembang, termasuk si pangeran sendiri. Putri Dayang Merindu ini sering mandi dan berkeramas di sungai dekat tempat tinggalnya, sehingga akhirnya sungai itu dikenal sebagai sungai tempat si putri selalu berkeramas, Sungai Keramasan.
Sungai Keramasan berada di dekat Karang Anyar, situs yang kaya temuan dari masa Sriwijaya, termasuk temuan perhiasan emas. Keramasan juga berada dekat dengan Sungai Palembang yang pada masa lalu dikenal juga sebagai Sunga Melayu, yang disebut dalam Sulalatus Salatin, atau Sejarah Melayu.
Sungai Palembang ini adalah sungai yang mengandung bijih emas. Orang-orang melimbang emas disana dan konon dari kegiatan itulah nama Palembang berasal. Karang Anyar yang berada di sisi barat Sungai Palembang juga memiliki ketenaran sebagai tempat ditemukannya banyak perhiasan emas. Ketika hujan turun dan mengikis permukaan tanah, emas-emas ini muncul ke permukaan. Setelah hujan selesai, masyarakat sekitar kerap menemukan perhiasan emas di dekat rumah mereka sendiri.
Sungai Keramasan berada tepat di Seberang kedua tempat penuh emas ini.
Kabupaten Bandung di Jawa Barat memiliki sebuah desa yang bernama Kamasan. Menurut sejarah setempat, dahulu pernah hidup seorang tokoh yang bergelar Eyang Kamasan, dia adalah keturunan dari Prabu Siliwangi dan memiliki keahlian mengolah emas. Sebagai seorang pandai emas, dia menghasilkan bermacam-macam perhiasan yang dibeli oleh para petinggi kerajaan. Salah satu pelanggan Eyang Kamasan adalah penguasa Tatar Ukur yang sekarang berada di sekitar Banjaran, Kabupaten bandung, namanya Dipati Ukur. Dipati Ukur yang senang dengan hasil karya Eyang Kamasan lalu menyebut desa tempat dia tinggal sebagai Desa Kamasan.
Salah satu tujuan wisata di Gresik, Jawa Timur, adalah Kampung Kemasan di kota tua Gresik. Kampung ini dulunya adalah tempat tinggal seorang pandai emas Bernama Bak Liong. Pamornya sebagai orang yang mahir mengolah emas tersiar kemana-mana sehingga banyak orang yang datang kepada Bak Liong untuk membeli emas atau sekadar memperbaiki perhiasan mereka. Pada akhirnya wilayah tempat Bak Liong tinggal dikenal sebagai Kampung Kemasan, sampai sekarang.
Keruntuhan Majapahit membuat pulau Bali terbebas dari status Kerajaan bawahan dan menjadi Kerajaan berdaulat yang memerintah dari pesisir timur jawa sampai ke Sumbawa. Pada masa ini segala macam seni dan budaya berkembang pesat, salah satunya adalah seni mengolah emas. Sejumlah pandai emas berkumpul di ibukota Kerajaan Gelgel, membentuk perkampungan tersendiri yang disebut Kamasan. Sampai sekarang Kampung Kamasan masih berdiri dan menjadi salah satu pusat kerajinan emas di Bali.
‘Kamasan’ dibentuk dari kata ‘emas’ yang diberi imbuhan ‘ka-an’, menjadi ‘Ka-emas-an’ yang seharusnya dibaca ‘Kaemasan’ tetapi berubah menjadi ‘Kamasan’ dan ‘Kemasan’. Kata ini dipergunakan secara luas di Jawa dan Bali untuk menyebut tempat yang dihuni oleh pandai emas (goldsmith).
Imbuhan ‘ka-an’ pada kata dasar untuk mebentuk nama tempat adalah hal yang umum dalam rumpun bahasa melayu kuno. Kata ‘Kedaton’ dibentuk dari kata ‘datu’ yang diberi imbuhan ‘ka-an’, begitu pula dengan ‘Kaputren’ yang dibentuk dari kata ‘putri’ dan imbuhan ‘ka-an’.
Palembang memiliki tempat yang lekat dengan emas, yaitu daerah Karang Anyar dan Sungai Palembang. Tidak akan mengherankan bila di dekat dua tempat ini terdapat kampung dimana para pandai emas tinggal dan mengolah emas, dan kampung ini akan disebut kampung ‘Kaemasan’.
Selayaknya kota yang tumbuh di tepi sungai dan beraktifitas di tepi sungai, maka semua kampung akan berdiri di tepi sungai, begitupun Kampung Kaemasan, di Palembang kampung ini akan berdiri di tepi sungai dekat dengan tempat emas banyak ditemukan, dan tempat itu berada di hadapan Karang Anyar dan Sungai Palembang, di Seberang Sungai Musi.
Sungai itu akan disebut sebagai Sungai Kaemasaan, sungai tempat dimana pandai emas tinggal.
Tapi pada suatu masa, kampung ini sepertinya ditinggalkan oleh para penghuninya, membuatnya menjadi kosong dalam waktu yang lama, hanya menyisakan nama tempat saja, Kaemasan. Ketika penghuni baru memasuki kampung Kaemasan yang kosong, mereka tidak punya tempat bertanya untuk mencari tahu kenapa tempat itu bernama Kaemasan dan akhirnya menciptakan penjelasan sendiri atas nama Kaemasan, sesuai kemampuan mereka.
Legenda adalah cara manusia di masa lalu menjelaskan hal-hal yang terjadi di sekitar mereka. Saat sains belum hadir maka legenda yang menjelaskan segala sesuatu. Tapi sekarang nampaknya kita sudah punya petunjuk bahwa Sungai Keramasan dahulu besar kemungkinan bernama Sungai Kaemasan, atau Kamasan saja, sungai tempat para pandai emas mengolah emas yang diperoleh dari seberang sungai, di Karang Anyar dan Sungai Palembang.