Inilah Kisah Dampu Awang si Nahkoda dan hubungannnya dengan Pawang dan Tulang Bawang, kisah yang akan mengungkap arti nama pulau Pahawang.
Beberapa tempat di indonesia mengenal tokoh legenda bernama Dampu Awang atau Dampo Awang.
Masyarakat Rembang di Jawa Tengah mengenal Dampo Awang sebagai sosok pedagang sukses yang kaya raya, begitu pun di Palembang, Dampu Awang digambarkan sebagai sosok pedagang yang berhasil menghimpun banyak kekayaan. Kekayaan itu didapat Dampu Awang dari perdagangan melalui laut, menurut legenda, Dampu Awang berdagang jauh sampai Campa dan Tiongkok.
Dampu Awang selalu dikaitkan dengan laut dan perdagangan, sebuah keterkaitan yang mencerminkan asal mula dari nama Dampu Awang.
Dampu Awang adalah versi masa kini untuk kata kuno ‘Dang Puhawang’. Kata ‘Dang Puhawang’ muncul dalam prasasti Gandasuli dari tahun 827 masehi, sebuah prasasti yang didirikan di desa Gandasuli yang berada di sebelah selatan Rembang.
Dang Puhawang adalah nama sebuah profesi di masa kuno yang hari ini kurang lebih setara dengan profesi Nahkoda.
Dang Puhawang diduga dibentuk dari kata bermakna gelar ‘dang’ ditambah dengan kombinasi antara kata ‘pu’ dan ‘hawang’. ‘hawang’ adalah kata dalam rumpun bahasa Melayu kuno yang memiliki arti ‘awan’, ‘atmosfer’ atau ‘ruang terbuka antara langit dan bumi’. Sedangkan ‘Pu’ mungkin adalah bentuk ringkas dari kata Melayu kuno ‘Ampu’ atau ‘Empu’ yang kurang lebih memiliki arti ‘tuan’, atau ‘penguasa’. Sehingga ketika digabung maka kata ‘Puhawang’ memiliki arti kurang lebih ‘orang yang menguasai awan/atmosfer’.
Puhawang adalah orang yang memiliki pengetahuan atas pergerakan awan dan bintang, yang dengan pengetahuannya itu bisa menentukan mana angin yang baik untuk memulai pelayaran dan kemana arah pelayaran yang hendak dituju. Awan dan bintang adalah dua alat navigasi penting di masa kuno, masa dimana kapal sangat bergantung pada angin karena belum ada mesin dan sangat bergantung pada bintang karena belum ada GPS. Orang yang memahami pergerakan angin dan bintang akan menjadi sosok yang sangat penting, tanpa mereka, perdagangan jarak jauh melalui laut akan sulit terwujud.
Kata ‘Dang’, mungkin adalah bentuk ringkas dari kata ‘tanda’ yang mengalami perubahan bentuk, sebuah kata bermakna penghormatan dalam bahasa jawa kuno, yang mungkin pula semacam gelar seperti ‘lord’ atau ‘sir’ dalam bahasa Inggris.
Puhawang mungkin pada masa yang awal sekali adalah pemimpin kapal. Dia yang menentukan kapan kapal akan berangkat dan kemana arah akan dituju. Pada masa berikutnya, Puhawang tidak hanya bertanggung-jawab atas masalah navigasi, tapi juga bertanggung-jawab atas perdagangan yang dilakukan oleh kapal yang dia pimpin. Puncaknya, Puhawang akhirnya punya cukup uang untuk mengusahakan kapalnya sendiri untuk melakukan perdagangan atas namanya sendiri. Pada titik ini, Puhawang adalah Nahkoda merangkap Pedagang dan Pengusaha, semua hal penting di masa itu dapat dikerjakannya sendiri dan ini pasti membuat dirinya mampu mengumpulkan banyak kekayaan. Inilah saat Puhawang mendapatkan status terhormatnya, cukup terhormat sehingga bisa menerbitkan prasastinya sendiri.
Puhawang adalah sebuah kata kuno, dia sudah ada pada 827 masehi dan dibentuk dari dua kata dalam rumpun bahasa Austronesia, tepatnya dalam rumpun Proto Melayu-Polinesia Barat.
‘Puhawang’ mungkin adalah kata yang dimaksud oleh Kekaisaran Tiongkok dengan kata ‘Po-Huang’. Mereka mencatat kata itu sebagai nama Kerajaan karena ‘Po-Huang’ ini datang membawa hadiah kepada kaisar, sesuatu yang lazim dilakukan oleh sebuah Kerajaan, bukan perorangan. Oleh kekaisaran Tiongkok, Kerajaan Po-Huang dikatakan berada di laut selatan, mungkin di sekitar selat sunda. Ini hal yang menarik karena di dalam selat sunda terdapat pulau bernama Pahawang.
Dalam perjalanan waktu, kata ‘Dang Puhawang’ mungkin tergantikan oleh kata lain yang lebih populer. Orang-orang Melayu yang menyandang gelar ini mendapat saingan baru, para pedagang Persia, Arab, India, dan Tionghoa yang makin ramai hadir di kepulauan Asia Tenggara. Kata ‘Dang Puhawang’ digantikan oleh kata ‘nahkoda’ yang diserap dari bahasa Persia, yang menunjukkan dalam satu waktu pedagang Persia adalah yang dominan di Asia Tenggara.
Akibatnya kata ‘Dang Puhawang’ makin jarang digunakan dan akhirnya menjadi kata yang sakral, hanya digunakan secara khusus untuk keperluan khusus. Generasi yang mengerti arti dan penggunaan kata ‘Dang Puhawang’ satu per satu meninggal, punah, digantikan oleh generasi baru yang tidak paham, generasi baru ini yang akhirnya melakukan penyesuaian atas kata ‘Dang Puhawang’ mengikuti kemampuan dan pengetahuan yang mereka miliki.
Saat inilah kata ‘Dang Puhawang’ mengalami perubahan bentuk menjadi ‘Dampu Awang’.
Ketika berdiri sendiri, kata ‘Puhawang’ kemungkinan adalah bentuk awal dari kata ‘Pawang’. ‘Pawang’ adalah kata di masa kini yang memiliki makna sebagai orang bisa menguasai atau mengendalikan sesuatu, seperti hujan atau ular. Makna sebagai pengendali/penguasa pada kata ‘Pawang’ sesuai dengan makna kata ‘Puhawang’.
Bentuk lain perubahan kata ‘Puhawang’ mungkin adalah ‘Bawang’ seperti dalam ‘Tulang Bawang’. Perubahan terjadi mungkin dengan ‘dang’ menjadi ‘lang’ dan ‘puhawang’ memendek jadi ‘pawang’, sehingga membentuk ‘lang pawang’ yang kemudian berubah menjadi ‘Tulang Bawang’. Tulang bawang sendiri terletak di antara dua situs kuno, yaitu situs abad ke-3 masehi di Air Sugihan dan situs abad ke-7 di Palas Pasemah. Ketiganya terletak pada sebuah pesisir yang ramai sejak masa yang kuno sekali.
Terakhir, kata kuno ‘Puhawang’ bisa saja selamat sampai hari ini dan hanya mengalami sedikit perubahan. Hal ini mungkin terjadi bila dia berada di tempat yang terisolir, jauh dari tempat ramai yang bisa membuatnya rusak, misalnya menjadi nama pulau kecil , seperti pulau Pahawang di Selat Sunda.
Demikianlah tulisan ini dibuat dengan niat sebagai usaha untuk memahami masa lalu, agar tidak tersesat di masa depan. Semoga bermanfaat.