Skip to content
Menu
Kisah Kecil dari Palembang
  • Masa Lalu
  • Masa Kini
  • Gagasan
Kisah Kecil dari Palembang
raden fatah jin bun

Raden Fatah Menurut Dua Sumber Non-Jawa

Posted on 05/10/2025

Raden Fatah adalah pendiri kesultanan Demak, Kerajaan bercorak Islam pertama di Jawa. Sosoknya digambarkan dalam karya sastra seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Tulisan ini akan mencoba mencari tahu sosok Raden Fatah dari sumber non-sastra Jawa.

Pertama ada dua catatan sejarah Melayu-Tionghoa dari Kelentang Talang di Cirebon dan Kelenteng Sam Po Kong di Semarang, secara bersama-sama keduanya disebut Kronik Tionghoa Semarang. Kronik ini dibuat mungkin sebagai catatan internal kelenteng oleh orang-orang Tionghoa yang tinggal di sekitarnya.

Portugal adalah salah satu bangsa Eropa pertama yang masuk ke Asia Tenggara. Mereka mencari tahu mengenai berbagai tempat di Asia Tenggara untuk kepentingan mereka sendiri dan menerbitkannya dalam sebuah buku berjudul Suma Oriental. Buku ini ditulis oleh Tome Pires mungkin diniatkan sebagai panduan untuk orang-orang Portugal dan Eropa yang hendak berdagang atau sekedar bertualang di kepulauan Melayu Asia Tenggara.

Menurut Tome Pires, Raden Fatah adalah anak seorang ksatria yang bijaksana dan cucu seorang pedagang dari Gresik, kota pelabuhan yang bertetangga dengan Surabaya. Raden Fatah memiliki hubungan yang erat dengan penguasa Jawa karena bapak dan kakeknya punya banyak anak perempuan yang menikah dengan patih-patih utama di Jawa. Kakek Raden Fatah dikabarkan pernah menjabat sebagai patih di Cirebon.

Kronik Tionghoa Semarang menyebut bahwa Jin Bun dan Kin San dibesarkan oleh Swan Liong di Palembang. Setelah dewasa, keduanya lalu pergi ke Ampel untuk memperdalam agama Islam. Jin Bun lalu membuka lahan baru di hutan Bintara dekat Semarang. Ketika Jin Bun diminta datang ke istana Majapahit, Raja Kertabumi merasa melihat kemiripan Jin Bun dengan dirinya sehingga mengakui Jin Bun sebagai anaknya sendiri. Jin Bun lalu akan mengumpulkan pengikut taat yang banyak di Bintara dan menyerang Majapahit sebanyak dua kali, secara efektif mengakhiri kehidupan kerajaan tersebut. Jin Bun mendirikan Kesultanan Demak dan menjadi Sultan pertamanya.

Ayah yang membesarkan Jin Bun adalah Swan Liong alias Ario Damar. Menurut Kronik Tionghoa Semarang, Swan Liong (Ario Damar) adalah seorang yang sangat mahir mempergunakan dan membuat mesiu, dia bahkan dipercaya sebagai kepala pabrik mesiu di Semarang. Dalam perang, Swan Liong pasti menjadi perwira yang penting karena bertanggung jawab atas persenjataan meriam dan amunisinya.

Tahun 1443 Swan Liong ditugaskan oleh Gan Eng Chu untuk menjadi kepala Masyarakat Tionghoa di Palembang. Gan Eng Chu adalah kepala Masyarakat Tiong Hoa di Jawa dan Palembang, dia melapor kepada Bong Tak Keng yang menjadi kepala Masyarakat Tionghoa di seluruh kepulauan Asia Tenggara. Swan Liong sepertinya memiliki kedewasaan dalam bersikap sehingga dipercaya oleh Gan Eng Chu untuk memimpin Palembang.

Hal yang menarik adalah, alih-alih berangkat ke Palembang langsung dari Semarang yang lebih dekat, menurut Kronik Tionghoa Semarang, Swan Liong malah memilih berangkat dari Gresik, yang 2 kali lebih jauh.

Ada apa dengan Gresik?

Gresik awalnya adalah kampung nelayan yang kecil dan sepi. Lalu Nyai Gede Pinatih datang kesana dan mengembangkannya menjadi pelabuhan besar yang ramai. Nyai Gede Pinatih lalu diangkat menjadi Syahbandar Gresik, konon oleh Raja Majapahit sendiri.

Nyai Gede Pinatih dikenal juga dengan nama Nyai Ageng Samboja dan dia menikah dengan sosok yang bernama Patih Samboja. Nama aslinya adalah Shi Daniang dan dia adalah anak dari Shi Jin Qing, kepala masyarakat Tionghoa di Palembang. Shi Jin Qing ini adalah warga Palembang yang membantu Laksamana Cheng Ho menumpas perompak di perairan Palembang. Shi Daniang pindah ke Gresik sekitar tahun 1440, 15 tahun sebelum Jin Bun lahir di Palembang. Masa hidupnya satu generasi dengan Swan Liong alias Ario Damar, dan satu generasi di atas Jin Bun alias Raden Fatah.

Dengan demikian Gresik dikembangkan oleh seorang Tionghoa Muslim yang berasal dari Palembang dan mungkin terdapat komunitas masyarakat Palembang-Tinghoa yang besar disana, yang mungkin datang bersama kedatangan Nyai Ageng Samboja atau malah lebih awal. Mungkin salah satu anggota rombongan ini adalah keluarga Swan Liong.

Demikian keluarga Raden Fatah dari sisi ayah dan kita lanjutkan ke keluarganya dari sisi ibu.

Kronik Tinghoa Semarang menyebut bahwa Jin Bun alias Raden Fatah adalah anak dari Perempuan Tionghoa yang menjadi dayang-dayang, atau selir, dan konon kabarnya adalah anak dari raja Kertabumi sendiri. Sewaktu Jin Bun membuka hutan Bintara, dia dipanggil ke istana Majapahit, Kertabumi yang melihat Jin Bun merasa ada kemiripan dengan dirinya sehingga menganggap Jin Bun adalah anaknya.

Tome Pires tidak menyinggung tentang ibu Raden Fatah dalam Suma Oriental, sehingga sumber kita tentang hal ini hanyalah dari Kronik Tionghoa Semarang. Kronik menyebut bila ibu Raden Fatah adalah seorang selir diikuti dengan kabar bahwa Jin Bun adalah anak dari Kertabumi. Penulis Kronik sepertinya tidak yakin mengenai hal itu sehingga menulisnya dengan kehati-hatian.

Slamet Muljana berusaha menjelaskan hal ini dengan menulis bahwa ibu dari Jin Bun adalah putri dari Bong Tak Keng, kepala Masyarakat tionghoa muslim di seluruh Asia Tenggara. Putri ini menikah dengan Ma Hong Fu yang kelak ditugaskan sebagai utusan Kekaisaran Tiongkok untuk Majapahit. Ma Hong Fu tinggal di ibukota Majapahit dan istrinya, anak Bong Tak Keng, meninggal dan dimakamkan disana. Istri Ma Hong Fu ini yang mungkin keliru dipahami oleh penulis serat, babad, dan kronik, yang ditulis dua ratus tahun kemudian di abad ke-18, sebagai selir raja Majapahit.

Menurut kami, Ibu dari Jin Bun adalah istri Swan Liong sendiri, sesama muslim tionghoa di Jawa.

Sebagai orang Tionghoa muslim yang lahir di Palembang dan lalu berkuasa di Jawa, Raden Fatah memerlukan pengesahan dari silsilah keturunan agar tidak dianggap asing oleh masyarakat Hindu-Buddha Jawa yang dia pimpin dalam Kerajaan yang baru dia  bangun, disinilah lahir kisah yang mengaitkan dirinya dengan penguasa terakhir di jawa sebelum dirinya naik kuasa.

Semoga di masa depan ditemukan manuskrip-manuskrip kuno yang bisa memperjelas identitas Jin Bun alias Raden Fatah.

 

 

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Mengenai Robby Sunata
October 2025
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  
« Sep    
  • October 2025
  • September 2025
  • August 2025
  • July 2025
  • June 2025
  • April 2025
  • March 2025
  • February 2025
  • January 2025
  • October 2024
  • August 2024
  • July 2024
  • June 2024
  • May 2023
  • November 2022
  • August 2022
  • May 2022
  • March 2022
  • February 2022
  • January 2022
  • December 2021
  • August 2021
  • July 2021
  • February 2021
  • January 2021
  • December 2020
  • November 2020
  • July 2020
  • June 2020
  • May 2020
  • April 2020
  • March 2020
  • February 2020
  • May 2017
  • March 2017
  • January 2017
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • May 2016
  • March 2016
  • January 2016
  • November 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • January 2014
  • May 2010
©2025 Kisah Kecil dari Palembang | WordPress Theme by Superbthemes.com