Skip to content
Menu
Kisah Kecil dari Palembang
  • Masa Lalu
  • Masa Kini
  • Gagasan
Kisah Kecil dari Palembang

Kabar Kabur Tentang Sultan Palembang Melarang Cina Tinggal di Darat

Posted on 27/01/202223/07/2022

Salah satu hal menarik yang paling awal kami ingat dari berbagai cerita tentang Palembang adalah kisah tentang Sultan Palembang yang melarang orang Cina untuk tinggal di darat. Akibatnya, orang Cina terpaksa tinggal di dalam rakit di atas Sungai Musi. Tapi, peta dan gambar lama memberikan pandangan yang berbeda.

Orang Cina bukanlah orang asing bagi Palembang. Kehadiran orang Cina di Palembang bahkan lebih tua dari usia Palembang sendiri.

Palembang dianggap resmi berdiri pada tahun 683 masehi, sedangkan orang Cina sudah ke Palembang pada tahun 671 masehi. Pendeta I-Tsing telah datang ke Palembang 12 tahun sebelum prasasti Kedukan Bukit dibuat oleh Dapunta Hyang Srijayanaga. Bukan sekedar mampir, I-Tsing sempat tinggal beberapa tahun untuk belajar agama Buddha dan menerjemahkan kitab-kitab.

Untuk beribadah, belajar agama, dan menyalin kitab agama Buddha, I-Tsing harus melakukannya di sebuah bangunan keagamaan yang sudah pasti berdiri di atas tanah, bukan air.

Saat Majapahit menyerang Palembang sekitar tahun 1397 mereka melihat sebuah komunitas besar orang Cina telah menetap di Palembang dan pasukan Majapahit memilih untuk tidak mengganggu mereka. Setelah penguasa Palembang jatuh dan Majapahit pulang, masyarakat Cina ini mengangkat pemimpin dari kalangan mereka sendiri. Tokoh ini yang nanti akan bertemu dengan Laksamana Cheng Ho dan membantunya melawan perompak di Sungai Musi. Kekaisaran Cina lalu mengangkat pemimpin lokal ini menjadi Pemimpin resmi komunitas Cina di Palembang.

Pada tahun 1659 giliran Belanda yang menyerang Palembang. Pada saat itu keraton Palembang berada tepat di lokasi PT Pusri berdiri saat ini. Belanda membuat lukisan untuk menggambarkan serangan mereka kepada Palembang. Dalam lukisan itu terdapat keterangan mengenai keberadaan sebuah kampung Cina di daratan Palembang tepatnya di seberang keraton Kuto Gawang. Lokasi ini sekarang kira-kira berada di Stadion Patra Jaya, Plaju.

Lukisan Palembang saat diserang oleh Belanda pada tahun 1659. Kampung Cina ditandai dengan huruf ‘I’ dan berada di seberang Kuto Gawang. Lukisan ini bisa dilihat di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
Kampung Cina di Daerah Bagus Kuning sekarang.
Legenda pada lukisan yang sama memberi keterangan tentang keberadaan Kampung Cina di Palembang.

Belanda kembali menyerang Palembang pada tahun 1821. Dalam serangan yang terjadi di masa Kesultanan Palembang ini, Belanda membuat peta yang menggambarkan situasi di kota yang mereka serang untuk kelima kalinya ini. Dalam peta tersebut tercantum keterangan mengenai sebuah perkampungan Cina dan sebuah tempat ibadah Cina. Keduanya berada di daratan pada sisi sebelah selatan Sungai Musi, di lokasi yang sekarang kira-kira menjadi 5 ulu, 9 dan 10 Ulu.

Peta Palembang tahun 1821 menunjukkan keberadaan Kampung Cina dan sebuah Kelenteng.

Dari informasi yang dibagikan di atas didapat gambaran bahwa di masa lalu komunitas Cina telah memiliki perkampungan mereka sendiri di Palembang dan perkampungan itu berdiri di darat, bukan di atas air.

Sajian informasi ini berbeda sekali dengan kabar yang luas tersebar yang mengatakan bahwa orang Cina di Palembang hanya boleh tinggal di atas air.

Lalu, darimana kisah tentang larangan bagi warga Cina di Palembang untuk tinggal di darat?

Sependek ingatan kami, sumber paling awal untuk cerita ini datang dari pejabat Belanda Bernama Sevenhoven yang ditugaskan ke Palembang. Sevenhoven menulis sebuah buku yang didalamnya berisi cerita bahwa Sultan Palembang melarang orang Cina tinggal di daratan.

Jika benar adanya kisah itu berasal dari orang Belanda, maka terbuka kemungkinan bahwa cerita itu dibuat-buat dengan tujuan untuk menjelek-jelekkan Sultan Palembang.

Sebagai bangsa yang baru saja menang perang atas tokoh yang luas pengaruhnya di bagian selatan sumatera. Belanda memiliki kebutuhan untuk melegitimasi kemenangannya itu di mata masyarakat Palembang. Belanda hendak mencitrakan diri mereka sebagai pembebas rakyat Palembang dari cengkeraman pemimpin jahat yang bernama Sultan Palembang. Karena itu mereka membuat kisah-kisah buruk tentang Sultan dengan harapan warga Palembang akan bersimpati kepada Belanda, walaupun kisah itu bertentangan dengan informasi yang mereka berikan sendiri.

Semoga kampanye jahat yang dilakukan oleh orang Belanda atas Kesultanan Palembang bisa perlahan-lahan dihapuskan. Masyarakat Palembang di masa modern pun tidak perlu melestarikan rencana jahat yang telah berusia 200 tahun ini. Mengadu domba adalah kerja penjajah dan kita tidak perlu terus menerus menjadi domba.

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Mengenai Robby Sunata
January 2022
M T W T F S S
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
31  
« Dec   Feb »
  • July 2025
  • June 2025
  • April 2025
  • March 2025
  • February 2025
  • January 2025
  • October 2024
  • August 2024
  • July 2024
  • June 2024
  • May 2023
  • November 2022
  • August 2022
  • May 2022
  • March 2022
  • February 2022
  • January 2022
  • December 2021
  • August 2021
  • July 2021
  • February 2021
  • January 2021
  • December 2020
  • November 2020
  • July 2020
  • June 2020
  • May 2020
  • April 2020
  • March 2020
  • February 2020
  • May 2017
  • March 2017
  • January 2017
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • May 2016
  • March 2016
  • January 2016
  • November 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • January 2014
  • May 2010
©2025 Kisah Kecil dari Palembang | WordPress Theme by Superbthemes.com