Sungai Musi selama ini sering disebut dengan bangga, dipromosikan kemana-mana, dikatakan sebagai landmark kota Palembang. Tapi bangga itu hanya sebatas kata-kata.
Meski dibangga-banggakan, tetapi warga Palembang lebih suka bepergian lewat jalur darat daripada melewati jalur air. Untuk berkunjung ke destinasi wisata yang berada di tepi air pun warga Palembang lebih menyukai melalui jalur darat, mereka bahkan rela menempuh jalan memutar yang jauh asalkan kaki mereka tidak perlu melangkah di atas air Sungai Musi.
Bukan hanya warganya, pemerintah kotanya juga lebih suka daratan daripada perairan. Alih-alih mencari cara dan dana untuk membersihkan sungai dan menyediakan angkutan air yang layak, pemkot Palembang lebih memilih mendukung pembangunan jembatan di atas sungai,keputusan yang makin mendorong orang-orang untuk lebih banyak mempergunakan kendaraan roda dua dan empat.
Sayangnya, memperbanyak jembatan bukanlah solusi bagi kemacetan di Palembang. Karena pertumbuhan jumlah kendaraan akan selalu lebih cepat daripada kemampuan pemerintah membangun jalan dan jembatan. Ini akan jadi perlombaan dimana pemerintah selalu menjadi pihak yang kalah.
Jika ingin mengurangi kemacetan, satu-satunya cara yang bisa ditempuh pemkot Palembang adalah dengan menyediakan angkutan umum yang layak bagi masyarakat dan angkutan itu disediakan dengan jangkauan luas, baik di air maupun di tanah.
Ketika masih kecil di Plaju, kami melihat bahwa setiap pagi orang-orang naik sepeda muncul dari berbagai jalan dan lorong mengayuh sepeda mereka menuju dermaga yang berada di dalam kompleks Pertamina. Sesampainya disana, mereka memarkirkan sepeda lalu segera naik ke feri yang akan membawa mereka menyeberangi sungai musi dari Plaju yang berada di sebelah selatan menuju ke Pusri yang ada di sebelah utara.
Pada sore harinya, arus bergerak sebaliknya, orang-orang menumpang feri dari Pusri menuju ke Pertamina.
Cara bepergian seperti ini sangat membantu mengurangi beban bagi jembatan Ampera, karena orang-orang yang mempunyai mobil dan motor ini lebih memilih bersepeda dan naik naik feri daripada berkendara dengan memutar jauh ke Jembatan Ampera.
Ini menunjukkan bahwa jika transportasi air yang layak telah tersedia maka masyarakat akan dengan senang hati mempergunakannya.
Apa yang telah dilakukan Pertamina dan Pusri ini bisa menjadi contoh untuk pemkot Palembang untuk melakukan hal yang sama, menyediakan transportasi air bagi masyarakat.
Ketika masyarakat sudah banyak mempergunakan angkutan umum di air dan di darat maka secara otomatis penggunaan kendaraan pribadi berkurang sehingga berkurang pula beban yang harus ditanggung oleh Jembatan Ampera. Sebagai bonusnya, akan berkurang pula kemacetan di jalanan kota Palembang.
Apakah hal ini bisa diwujudkan?
Bisa sekali, asal ada kemauan.