Skip to content
Menu
Kisah Kecil dari Palembang
  • Masa Lalu
  • Masa Kini
  • Gagasan
Kisah Kecil dari Palembang
Malbi palembang meat dish

Malbi, Hubungannya Dengan Pindang dan Pengaruh Arab

Posted on 28/06/202430/06/2024

Pindang pada awalnya adalah makanan tanpa kuah yang dibuat dari daging sapi atau babi yang dimarinasi lalu dikeringkan. Proses marinasinya melibatkan garam, gula merah, dan lada. Agar dapat dinikmati, maka pindang yang kering dan keras dimasukkan ke dalam kuali dan diberi air dan dipanaskan, air terus menerus ditambahkan agar daging pindang tidak gosong dan Ketika dirasakan mulai lunak dan layak disantap maka daging diangkat dari kuali dan airnya dibuang.

Cara memasak pindang seperti ini Lestari di lingkungan budaya suku Ilokano dan Pampanga di kepulauan Luzon, Filipina. Sedangkan di Palembang pindang sudah berkembang menjadi makanan berkuah, seperti yang kami tulis disini.

Tetapi sepertinya pindang yang diproses dengan cara kuno tidak hilang dalam budaya makan di Palembang.

Mengolah daging dengan diberi air sedikit demi sedikit di kuali panas sampai dagingnya masak dan siap disantap masih dilakukan sampai hari ini di Palembang, hanya saja daging yang dipergunakan tidak lagi dimarinasi dan dikeringkan dahulu. Lalu bumbu yang dipergunakan dalam proses memasak pun menjadi lebih banyak. Makanan yang dipersiapkan dengan cara seperti ini dikenal sebagai Malbi.

Malbi mempertahankan tiga hal dari pindang, pertama adalah warnanya; kedua adalah cara memasaknya; dan ketiga adalah bahan utamanya, daging.

Dugaan kami, Malbi adalah nama modern untuk Pindang, makanan dari daging yang direbus dan dihidangkan basah tanpa kuah.

Dalam budaya makan Palembang, makanan kuno bernama pindang sepertinya berkembang dengan menempuh dua jalan yang berbeda, yaitu jalan inovasi dan jalan asli.

Dalam skenario jalan inovasi, pindang mengalami berbagai penyesuaian oleh manusia yang memasaknya. Penyesuaian terjadi biasanya karena ada perubahan pada selera karena yang dipicu munculnya hal baru, misalnya makanan dari budaya lain yang masuk ke Palembang atau oleh rempah baru yang tersedia di pasar Palembang yang ramai.

Makanan berkuah yang dibawa oleh orang Cina mungkin mengilhami pemasak pindang untuk tidak membuang air rebusan dan malah menambah jumlahnya. Lalu berbagai jenis rempah baru seperti cabai dan tomat ceri yang dibawa orang Eropa dari Amerika Tengah mulai dipakai di dapur-dapur Masyarakat Palembang, dimasukkan ke berbagai jenis masakkan.

Hasil dari skenario inovasi ini adalah pindang berkuah seperti yang dikenal luas sekarang ini.

Dalam skenario jalan asli, pindang selalu dipersiapkan seperti di masa lalu, potongan daging direbus dalam air hangat secara perlahan-lahan sampai masak. Namun tetap saja ada perubahan yang terjadi, pertama, daging yang dipergunakan tidak lagi dimarinasi dan dikeringkan; kedua, ada rempah-rempah baru yang ditambahkan.

Hasil dari skenario kedua ini adalah makanan yang hari ini kita kenal sebagai malbi.

meat dish named pindang from pampanga, philipones.
Pindang Damulag dari Filipina. (Foto: Pampanga Culinary Council)

Bagaimana pindang yang berusaha tetap asli ini bisa berubah nama menjadi malbi?

Pada suatu masa dalam Sejarah Palembang, sepertinya pindang berkuah menjadi lebih popular daripada pindang yang kering, sehingga generasi yang datang belakangan lebih mengenal pindang sebagai makanan berkuah daripada makanan basah tanpa kuah. Pindang tanpa kuah mungkin hanya tersedia di kalangan terbatas, hanya di dapur-dapur orang asli Palembang sehingga hanya dilihat oleh kalangan tertentu. Perantau Arab, Cina, dan lain-lain mungkin hanya melihatnya sesekali ketika bertamu tanpa tahu namanya.

Situasi berubah Ketika makanan kalengan mulai ditemukan di eropa barat. Potongan daging segar diberi garam dan dimasukkan dalam kaleng lalu dipanaskan sampai masak dalam airnya dari dagingnya sendiri. Makanan kaleng menjadi sangat populer karena bisa bertahan lama dan dibawa kemana-mana di sepanjang jalur perdagangan internasional.

Makanan kaleng lalu tersedia luas di sepanjang jalur perdagangan. Mulai dari eropa barat tempat makanan kalengan dimulai, merambat perlahan ke afrika utara, semenanjung arab, anak benua india, sampai ke semenanjung melayu dan Singapura, mungkin pula dibawa masuk ke Palembang oleh para pedagang arab yang aktif di sepanjang jalur dagang, dari semenanjung arab sampai ke Singapura.

Orang arab di Palembang melihat bahwa daging kalengan ini bentuk dan warnanya sama seperti makanan yang mereka lihat ada di meja makan orang Palembang.

Makanan kalengan dalam bahasa arab disebut mu’alaba dan kata ini dipergunakan oleh orang arab yang ada di sepanjang jalur dagang, dari semenanjung Arab sampai ke Singapura. Kata ini pun masuk ke Palembang bersama masuknya makanan kalengan dan mu’alaba menjadi kata yang dipakai untuk menyebut makanan kalengan.

Orang Arab di Palembang mungkin melihat adanya kesamaan tampilan dan proses memasak antara pindang basah tanpa kuah dan mu’alaba ini, sehingga mereka kemudian mempergunakan kata mu’alaba untuk menyebut makanan yang mereka tidak tahu namanya tapi pernah mereka lihat di rumah orang Palembang. Penggunaan kata mu’alaba ini lalu populer dan diikuti oleh orang Palembang untuk menyebut daging kalengan atau makanan yang mirip, misalnya pindang basah tanpa kuah.

Ketika diserap ke dalam bahasa Melayu Palembang, mu’alaba berubah menjadi malbi, suatu hal yang bisa dimaklumi karena kelompok yang menyerap bukanlah penutur asli bahasa Arab sehingga sangat rentan terjadi pergeseran bunyi, seperti bismillah yang berubah menjadi sembelih.

Orang Palembang memiliki kebutuhan atas kata baru yang akan mereka pergunakan untuk membedakan antara pindang berkuah dan pindang basah tanpa kuah. Pindang berkuah yang lebih populer dan familiar dengan generasi baru tetap disebut sebagai pindang sedangkan pindang model lama yang basah tanpa kuah kini disebut sebagai malbi.

Pembedaan ini perlu agar tidak terjadi salah paham saat berkomunikasi.

Jika reka ulang ini mendekati kebenaran, maka malbi adalah makanan yang sudah lama ada, mungkin seawal abad ke-10 masehi, saat pindang sebagai makanan basah tanpa kuah masuk ke kepulauan Filipina. Hal ini membuat Malbi menjadi salah satu makanan tertua dalam budaya makan orang Palembang.

Tulisan adalah perintis dalam jalan menuju terbukanya sejarah makanan di Palembang. Semoga ke depannya makin banyak tulisan sejenis yang bermunculan. Semoga bermanfaat.

3 thoughts on “Malbi, Hubungannya Dengan Pindang dan Pengaruh Arab”

  1. Pingback: Pindang, antara Sriwijaya, Filipina, dan Palembang – Kisah Kecil dari Palembang
  2. Wandi Fans Robby says:
    17/08/2024 at 09:09

    Makanan kesukaan saya. Terima kasih ulasannya, Bang Rob

    Reply
    1. admin says:
      17/08/2024 at 20:25

      terimakasih ko, semoga makin jaya!

      Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Mengenai Robby Sunata
June 2024
M T W T F S S
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
« May   Jul »
  • June 2025
  • April 2025
  • March 2025
  • February 2025
  • January 2025
  • October 2024
  • August 2024
  • July 2024
  • June 2024
  • May 2023
  • November 2022
  • August 2022
  • May 2022
  • March 2022
  • February 2022
  • January 2022
  • December 2021
  • August 2021
  • July 2021
  • February 2021
  • January 2021
  • December 2020
  • November 2020
  • July 2020
  • June 2020
  • May 2020
  • April 2020
  • March 2020
  • February 2020
  • May 2017
  • March 2017
  • January 2017
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • May 2016
  • March 2016
  • January 2016
  • November 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • January 2014
  • May 2010
©2025 Kisah Kecil dari Palembang | WordPress Theme by Superbthemes.com