Plimbang
Palembang adalah kota tertua di indonesia yang terus menerus dihuni sejak awal berdiri sampai sekarang. Usianya telah menyentuh angka 1343 tahun dan telah melewati berbagai masa pemerintahan, dari Sriwijaya, Kerajaan Palembang, Kesultanan Palembang, Penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, dan yang terakhir, di bawah pemerintahan Indonesia. sebuah Riwayat yang amat Panjang.
Banyak hal yang seharusnya bisa diceritakan tentang Palembang, sayangnya sejarahnya yang demikian Panjang itu memiliki banyak kekosongan dan ketidak-pastian. Salah satu ketidakpastian itu adalah mengenai nama Palembang sendiri, apakah asal katanya dan apa arti kata itu.
Menurut kami, nama asli Palembang sebaiknya dicari di dalam bahasa Masyarakat yang tinggal di sekitar kota Palembang.
Orang Komering, orang Ogan, orang Belida, Orang Lematang, orang Pasemah, dan suku lain yang berada di sepanjang sungai Musi dan anak sungainya bisa dijadikan sumber informasi untuk mencari tahu nama asli Palembang.
Orang-orang ini telah berabad-abad hidup berdampingan dengan Palembang dan selama itu pula telah berinteraksi dengan kota di hilir ini. Leluhur mereka pasti telah datang sendiri ke Palembang dan selama kedatangannya itu telah mendengarkan sendiri bagaimana nama kota yang mereka kunjungi itu disebut oleh penduduknya sendiri. Nama itu akan mereka ingat dan mereka sampaikan ke orang-orang di kampung asalnya, dengan tujuan memberi tahu agar mereka tidak salah mengunjungi tempat ketika hendak menjual hasil hutan. Sejak saat itu, kata ini akan terus diturunkan dari generasi ke generasi sampai tiba di masa modern dimana kita hidup sekarang.
Tidak seperti Palembang yang adalah pelabuhan antar-bangsa yang ramai sehingga sangat kuat terpapar budaya asing, orang-orang di hulu Sungai Musi jauh lebih sedikit bertemu dengan kebudayaan asing, sehingga budaya dan bahasa mereka cenderung tidak banyak berubah selama berabad-abad. Maka, kata yang mereka pergunakan untuk menyebut Palembang pun tidak akan banyak berubah sejak masa awal mereka berhubungan dengan Palembang sampai sekarang.
Secara umum, orang-orang di hulu Palembang menyebut kota ini dengan kata ‘Plimbang’ atau ‘Plembang’, dengan huruf ‘e’ seperti pada ‘pecel’.
‘Plimbang’ atau ‘plembang’ ini kemungkinan dibentuk dari kata ‘limbang’ atau ‘lembang’.
Lembang memiliki makna lembah atau sungai yang mengalir diantara dua bukit, bisa juga berarti tanah basah atau lumpur. Sedangkan Limbang memiliki arti mencuci atau membasuh, baik emas, sagu, maupun beras. Lembang atau Limbang ini lalu diberi awalan Pe- untuk membentuk kata baru yang menjadi nama tempat.
Awalan pe- sangat umum dipergunakan dalam bahasa Melayu, tetapi sangat jarang disandingkan dengan kata benda geografis, sehingga tidak pernah ditemukan kata berbentuk ‘pesungai’, ‘pegunung, atau ‘pebukit’. Dengan begitu, akan sulit terjadi kata ‘lembang’ diberi awalan ‘pe-‘ dan membentuk kata ‘pelembang’, karena orang Melayu tidak melakukan hal itu.
Awalan ‘pe-‘ lebih sering ditemukan bersanding dengan kata kerja seperti ‘lukis’ dan ‘lempar’ yang akan membentuk kata ‘pelukis’ dan ‘pelempar’ yang memiliki arti orang yang melakukan pekerjaan melukis dan orang yang melakukan kegiatan melempar. Limbang sendiri adalah kata kerja yang bisa menerima awalan ‘pe-‘ sehingga membentuk kata ‘pelimbang’, yang memiliki arti orang yang melakukan kegiatan mencuci atau membasuh.
Orang Tiongkok menyebut keberadaan bukit emas dan perak di Palembang dan orang Belanda menyinggung adanya debu emas di sungai dekat bukit di barat kota Palembang. Mencuci beras bukanlah jenis kegiatan yang bisa membuat suatu kampung menjadi kaya raya dan terkenal kemana-mana, mencuci emas lebih mungkin membuat hal itu terjadi.
Mungkin, bukit emas dan perak yang dimaksud oleh orang Tiongkok itu adalah bukit Siguntang. Bukit ini memiliki sumber emas yang lalu dikumpulkan secara sederhana oleh warga setempat dengan cara mencuci pasir yang mengandung debu emas di tepi sungai. Kegiatan mencuci ini disebut melimbang dan orang yang melakukannya disebut pelimbang, orang yang mencuci emas. Tempat orang pelimbang emas ini tinggal disebut kampung pelimbang. Kelak di masa berikutnya, orang Belanda mencatat bahwa kegiatan melimbang emas masih dilakukan di Palembang saat mereka menduduki kota tersebut.
Jika ini memang yang terjadi, maka tak berlebihan bila Palembang digelari sebagai kota emas, sebuah kota yang hidupnya dimulai oleh emas dan kaya raya oleh emas, sedemikian kaya sehingga orang Palembang mempergunakan emas dimana saja mereka suka, mulai dari kain tenun sampai ke perabot rumah. Dan hari ini ketika tulisan ini diterbitkan, orang Palembang sedang mengantri di toko emas hendak membeli emas.
Palembang memang emas.
Palimbang juga sebutan yang dipakai di naskah Jawa Kuna, jadi sepertinya lebih mungkin memang aslinya dari limbang, bukan lembang. Kalaupun ada perubahan fonologis, di Melayu justru lebih umum i jadi e pepet daripada sebaliknya…
terimakasih infonya!