Peringatan hari kemerdekaan Indonesia mungkin bisa dianggap sebagai sebuah pesta rakyat, karena pada saat itulah masyarakat berkumpul di satu tempat yang sama, bersama keluarga atau teman mereka, dan beramai-ramai ikut serta dalam berbagai kegiatan, ada yang sebagai peserta ada pula yang menjadi penggembira. Apapun itu yang penting bahagia bersama-sama.
Ragam kegiatan itu bermacam-macam, di Palembang yang paling popular dan ditunggu-tunggu adalah lomba bidar. Perlombaan lainnya cenderung sama dengan daerah lain di Indonesia, seperti panjat pinang dan balap karung.
Meski sangat melekat dengan acara peringatan kemerdekaan Indonesia, namun lomba-lomba yang disebut di atas sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, setidaknya sejak jaman penjajah belanda bercokol di Palembang.
Pada masa itu, lomba-lomba ini diadakan untuk meramaikan perayaan-perayaan yang dianggap penting bagi bangsa Belanda., misalnya, ulang tahun ratu Wilhelmina dan perayaan kelahiran bapak bangsa Belanda, William dari Oranye. Hari –hari penting itu dirayakan di seluruh wilayah Belanda, termasuk di tanah jajahan mereka yang ada di seberang benua, seperti di kepulauan Asia Tenggara.
31 Agustus 1917 pemerintah Belanda di Palembang merayakan ulang tahun ke-37 Ratu Wilhelmina, ratu dengan masa berkuasa paling lama dalam sejarah Belanda. Sejumlah perlombaan diadakan di kota yang berada di tepian Sungai Musi ini, seperti lomba balap karung, panjat pinang, dan parade perahu hias.
Lomba balap karung dan panjat pinang diadakan di lapangan bola yang sekarang menjadi kawasan bisnis Graha Sriwijaya. Disana warga Palembang berkumpul dengan ramai untuk menyaksikan perlombaan, sebagiannya malah terlibat sebagai peserta lomba. Warga Belanda dan Eropa lainnya menjadi panitia dan penonton yang berdiri di tepi lapangan, tampak gembira melihat warga setempat berjibaku berlari dalam karung dan susah payah memanjat batang pinang demi beberapa lembar kain.
Sedangkan parade perahu hias diadakan tidak terlalu jauh dari lapangan bola, yakni di Sungai Musi yang berada di hadapan Kuto Besak. Perahu-perahu peserta parade diberi hiasan bendera-bendera kecil di badannya dan berlayar bersama-sama di tengah Sungai Musi.
Pada 24 April 1933 warga Palembang kembali merasakan perayaan besar Belanda dilakukan di kota mereka, yakni perayaan 400 tahun kelahiran William Oranye, seorang pendiri monarki Belanda, mungkin tokoh paling penting dalam sejarah Belanda. Dari masa ini yang diketahui adalah pelaksanaan unjuk kebolehan perahu cepat. Unjuk kebolehan perahu cepat ini yang mungkin menjadi cikal bakal lomba balap perahu bidar.
Unjuk kebolehan kecepatan perahu ini ramai disaksikan warga Palembang, yang mempergunakan perahu-perahu kayu tradisional untuk membawa mereka ke tengah sungai, agar lebih dekat dengan lokasi perlombaan.
Perahu yang akan memamerkan kecepatannya adalah perahu dengan panjang sekitar 20 meter, yang berbentuk ramping sehingga satu baris hanya bisa menampung 2 orang. Perahu ini akan diawaki oleh sekitar 32 orang pendayung yang akan membuat perahu ramping ini melaju gegas membelah ombak Sungai Musi. Perahu-perahu ini mungkin muncul berurutan untuk memamerkan kecepatan mereka sembari ditonton oleh warga Palembang dari perahu-perahu lain yang ada di sekitarnya.
Inilah gambaran pesta rakyat warga Palembang di masa kolonial, semoga di masa kemerdekaan ini perayaannya akan jauh lebih gebyar lagi.
Terimakasih informasinya kak.. sangat informatif dan bahasanya ringan.
Terimakasih yuk Anita.
wow…..informasi sejarah yg baru aku tahu
semoga bermanfaat untuk cek Nia keker ya!
Wah, ini bener2 sejarah keren makasih banget kak sudah buat artikel ini, sangat bermanfaat menambah kebanggaan akan lomba2 tradisi kita.
alhamdulillah, semoga bermanfaat untuk kak Andi Lisso, aamiin.